Uraian Singkat Tentang Shalat

oleh: Adam Rahmat Fauzan

Pernahkah kita bayangkan bila di depan rumah kita terdapat sungai yang airnya mengalir jernih dan kita senantiasa mandi di sana lima kali sehari? Tentu badan kita akan senantiasa bersih dan segar karenanya. Perumpamaan tersebut telah dijelaskan Rasullullah SAW dalam salah satu haditsnya untuk mengumpamakan betapa hebatnya keutamaan shalat.
Shalat diumpamakan sebagai fasilitas yang diberikan Allah SWT kepada kita agar kita senantiasa membersihkan hati dan menentramkan jiwa kita. Allah Yang Maha Tahu tentu memahami bahwa kita membutuhkan ketenangan dan kejernihan hati untuk mengarungi hidup dengan baik. Maka sebagai bentuk cinta kasih Allah pada kita, Allah mensyariaatkan shalat (lima waktu) sebagai hal yang wajib bagi kita.
Islam merupakan agama yang dibentuk berdasarkan lima pondasi. Salah satu pondasi utamanya adalah shalat. Namun shalat menjadi hal yang fundamental dalam islam. Selain sebagai tiang agama, shalat juga
menjadi indikator utama keislaman seseorang. Dalam sebuah hadits Rasulullah mengisyaratkan bahwa hal yang menjadi pembeda antara seorang muslim dan nonmuslim adalah shalat. Bila seorang muslim sudah tidak peduli dengan shalat, maka patut dipertanyakan keislamannya. Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan yang acuh terhadap kewajiban yang satu ini.
Selain dari paparan di atas, kita juga harus senantiasa memerhatikan shalat kita, bukan hanya dalam segi pelaksanaannya yang lengkap, tapi juga dari segi kualitas dan lebih jauh kuantitasnya. Hal tersebut perlu kita perhatikan karena shalat kelak akan menjadi amalan pertama yang dihisab. Bila shalatnya baik, maka amalan lainnya pun akan menjadi baik. Namun bila shalatnya buruk, maka kita harus khawatirkan nasib kita setelahnya. Dari Abu Hurairah dalam Kitab Shahih Sunan Tirmidzi (413): “Sesungguhnya yang pertama kali dihisab pada hari kiamat dari amalan manusia adalah shalatnya; Jika amalan shalatnya baik maka ia orang yang bahagia dan beruntung, tetapi jika amalan shalatnya rusak maka ia termasuk orang yang rugi dan tidak beruntung.”
Sebenarnya, tidak ada indikator yang bisa menjelaskan atau mengukur kualitas shalat seseorang secara pasti. Shalat adalah ibadah yang sifatnya “intim”. Yaitu ibadah pribadi seorang hamba langsung kepada Tuhannya. Jadi yang tahu kualitas shalat kita sesungguhnya hanyalah Allah SWT. Adapun indikator yang dapat kita lihat adalah dari segi akhlak. Bila akhlak kita terasa atau terlihat baik oleh sekitar kita, bisa jadi itu karena kualitas shalat kita yang baik dan berlaku pula kebalikannya. Hal tersebut telah diindikasikan oleh Allah dalam Quran surat al-Ankabut: 45 yang artinya:
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat tersebut kita bisa mengetahui, bahwa seharusnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Lantas mengapa kita sering menemukan orang yang shalat namun masih saja berbuat keburukan? Boleh jadi hal tersebut dikarenakan kualitas shalatnya yang masih jauh dari kata ideal hingga shalat tidak berdampak banyak terhadap kehidupannya. Wallahua’alam.
            Kualitas shalat sebenarnya bisa dirnungkan oleh kita sendiri. Kita cukup merefleksi diri untuk apa sebenarnya kita shalat. Ada tiga tingkatan bagi orang yang shalat, yaitu:
a.       Melakukan shalat sebagai penggugur kewajiban
Tingkatan ini merupakan tingkatan paling rendah bagi seseorang yang mengerjakan shalat. Bagi orang yang berada pada tingkatan ini, shalat dilakukan hanya sebatas untuk memenuhi kewajibannya terhadap Tuhannya atau dengan kata lain agar terbebas dari siksa kelak. Orang pada tingkatan ini biasanya tidak terlalu peduli pada shalat-shalat sunnah.
b.      Melakukan shalat sebagai kebutuhan ruhani
Orang yang berada pada tingkaran ini, selain menganggap shalat merupakan suatu kewajiban, ia juga menganggap shalat sebagai suatu yang sangat ia butuhkan. Dengan melaksanakan shalat, ia merasa tenang hingga ia mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik. Orang pada tingkatan ini pun biasanya menambah kuantitas shalat mereka dengan melaksanakan shalat-shalat sunnah.
c.       Melakukan shalat sebagai rasa syukur pada Allah.
Adapun orang pada tingkan ini adalah orang yang senantiasa bersyukur pada Allah atas segala hidup yang dianugerahkan padanya. Ia senantiasa meresapi dan menghayati bahwa apa yang ia terima adalah semata-mata nikmat dari Allah yang harus disyukuri. Maka dari itu, selain sebagai kewajiban dan kebutuhan, ia menjadikan shalat sebagai salahsatu sarana bersyukur. Orang pada tingkatan ini akan senantiasa menikmati shalatnya hingga ia tidak akan keberatan menambah shalatnya dengan shalat-shalat sunnah lainnya.
            Perlu kita ingat, shalat bukanlah satu-satunya ibadah yang harus kita lakukan sebagai hamba. Shalat merupakan amalan utama, itu memang benar. Shalat merupakan tiang agama, itupun benar. Namun seseorang tidak lantas diwajibkan shalat saja dan meninggalkan amalan-amalan lain. Dalam islam, kita mengenal ibadah yang bersifat mahdzoh dan goiru mahdzoh. Ibadah mahdzoh berkaitan dengan ibadah yang berhubungan vertikal antara seorang hamba dan Rabbnya. Sedangkan ibadah goiru mahdzoh yaitu ibadah antara sesama manusia, yaitu saling berbuat baik dengan sesama manusia.
            Bila kita singgung kembali pembahasan sebelumnya, shalat yang berkualitas adalah shalat yang berdampak terhadap keseharian pelaksananya. Hal ini pun sejalan dengan perintah shalat sendiri yang menggunakan kata iqom yang berarti mendirikan. Kata iqom ini pun sebenarnya memiliki padanan kata muqim yang berarti berdiam diri. Dengan ini kita bisa menyimpulkan bahwa shalat seseorang haruslah selalu berdiam dalam dirinya bahkan ketika dia tidak sedang melaksanakannya.
            Cara mengetahui apakah shalat seseorang telah muqim dalam diri seseorang adalah dengan melihat keseharian orang yang bersangkutan. Bila nilai-nilai shalat terbawa dalam kehidupan seseorang, maka ia telah mendirikan shalat. Nilai-nilai yang dimaksud adalah kedisiplinan, keikhlasan, kepatuhan, ketenangan, dan lain-lain.

            Semoga Allah senantiasa menggerakan hati dan badan kita untuk senantiasa menjaga shalat

Komentar

Postingan Populer