Makalah Fonotaktik


A.    PENDAHULUAN
Kata mempunyai ciri-ciri fonologis yang sesuai dengan ciri fonologis bahasa yang bersangkutan. Ciri fonologis bahasa Indonesia misalnya, seperti berikut:
a.       mempunyai pola fonotaktik sukukata;
b.      bukan bahasa vokalik;
c.       tidak ada gugus konsonan pada posisi akhir;
d.      batas kata tidak ditentukan oleh fonem suprasegmental.
Semua poin di atas memiliki pembahasannya masing-masing. Kami tidak akan membahasa satu persatu poin, namun pada makalah ini, kami hanya akan membahas tentang pola fonotaktik bahasa Indonesia.
B.     PEMBAHASAN
Setiap bahasa mempunyai ketentuan sendiri yang berkaitan dengan cara menyusun fonem dalam suatu kata.
Aturan yang mengatur deretan fonem dalam suatu bahasa tersebuat adalah fonotaktik.
Bahasa Indonesia juga mempunyai aturan semacam itu. Fonotaktik dapat membuat kita dapat merasakan secara ituitif kata mana yang terlihat seperti kata Indonesia, meskipun belum pernah kita dengar/lihat sebelumnya dan mana yang tidak terlihat.
Berdasarkan  Kamus Besar Bahasa Indonesia, fonotaktik adalah urutan fonem yang dimungkinkan dalam suatu bahasa atau deskripsi untuk urutan fonem. Dan dalam Kamus Linguistik ditambahkan, fonotaktik adalah gramatika stratifikasi. Sistem pengaturan dalam stratum fonemik. Secara sederhananya, fonotaktik dapat kita artikan bidang fonologi atau fonemik yang mengatur tentang penjejeran fonem dalam kata. Contohnya, kata pertandingan memiliki 12 fonem. Jejeran fonem dari kata tersebut adalah /p/, /e , /r/, /t/, /a/, /n/, /d/, /i/, /n/, /g, /a/ dan /n/.
Dalam bahasa lisan, kata umumnya terdiri atas rentetan bunyi : yang satu mengikuti yang lain. Bunyi-bunyi itu mewakili rangkaian fonem serta alofonnya. Rangkaian fonem itu tidak bersifat acak, tetapi mengikuti aturan tertentu. Fonem yang satu mengikuti fonem yang lain ditentukan berdasar konvensi di antara para pemakai bahasa itu sendiri.
Tiap bahasa mempunyai ciri khas dalam fonotaktik, pada bahasa Inggris /ŋ/ tidak mungkin memulai satu suku kata. Karena itu penutur Inggris tidak akan menggabungkannya dengan vokal. Seandainya ada urutan bunyi ini dengan bunyi berikutnya dia pasti akan menempatkan bunyi ini dengan bunyi di mukanya, bukan di belakangnya. Dengan demikian deretan bunyi /b/, /ǝ/, /ŋ/, /i/ dan /s/ pasti akan di persepsi sebagai beng dan is. Tidak mungkin be dan ngis.
Orang Indonesia yang mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak mustahil akan mempersepsikannya sebagai /mb/ karena fonotaktik dalam bahasa kita memungkinkan urutan seperti ini. Seperti pada kata mbak dan mbok meskipun kedua-duanya pinjaman dari bahasa Jawa. Sebaliknya, penulis Inggris pasti akan memisahkan kedua bunyi ini ke dalam dua suku kata yang berbeda.
Kombinasi bunyi yang tidak dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa tersebut pastilah akan ditolak. Kombinasi /kt/, /fp/ atau /pk/ tidak mungkin memulai suatu suku sehingga kalau terdapat deretan bunyi /anak tuŋgal/ tidak akan dipersepsi sebagai /ana/ dan ktuŋgal/.
Bahasa Indonesia mempunyai pola suku kata V, VK, KV, KVK dan mengenal pola suku kata VKK, KKV, KKVK, KVKK, KKVKK, KKKV dan KKKVK (V = Vokal, K = Konsonan). contoh katanya :
 V : a-mal, su-a-tu, tu-a
VK : ar-ti, ber-il-mu, ka-il
KV : pa-sar, sar-ja-na, war-ga
KVK : pak-sa, ke-per-lu-an, pe-san
KKV : slo-gan, kop-pra
KKVK : teks-til, a-trak-si
KVKK : teks-til, kon-teks-tual, mo-dern
KKKV : stra-te-gi, stra-ta
KKKVK : struk-tur, in-struk-tur
KKVKK : kom-pleks
KVKKK : korps

Kata dalam tiap suku terdiri dari satu atau beberapa fonem. Distribusi fonem dalam suku kata contoh: /struktur/ dan /prasasti/, fonem konsonan berderet /str/ dan /pr/, dalam kata /struktur/ dan /prasasti/ disebut sebagai gugus konsonan. Konsonan berderet yang disebut sebagai gugus konsonan adalah dua konsonan atau lebih yang terletak dalam satu suku kata atau satu hembusan nafas. Dari contoh di atas kata /struk-tur/, /pra-sas-ti/, memiliki konsonan berderet dalam satu suku kata atau dalam satu hembusan nafas, yaitu /str/ dan /pr/ sehingga dapat disebut sebagai gugus konsonan.
Konsonan /tr/ dalam kata /pu-tra/ tidak dapat disebut sebagai gugus konsonan karena terbentuknya konsonan berderet /tr/ diakibatkan pelesapan bunyi [e], sedangkan kata /ak-bar/ dan /ab-di/ memang tidak memiliki konsonan berderet yang disebut sebagai gugus konsonan karena konsonan /kb/ dan /bd/ pada kata /akbar/ dan /abdi/ tidak terletak dalam satu suku kata
atau satu hembusan nafas. Dari ilustrasi di atas, dapat kita ketahui bahwa gugus konsonan adalah salah satu objek yang turut dibicarakan dalam penelitian fonotaktik.
Penelitian mengenai gugus konsonan kata-kata bahasa Indonesia yang bersuku dua menarik diteliti karena setiap konsonan berderet yang ada dalam satu kata belum tentu sebagai gugus konsonan, dan gugus konsonan memiliki pola suku kata serta jenis yang berbeda, baik itu yang terletak pada posisi suku kata pertama, suku kata kedua ataupun kedua suku kata. Akibat adanya kosa kata serapan, kata-kata bahasa Indonesia mengalami perkembangan dan dimungkinkan sekali perkembangan itu berpengaruh terhadap kaidah
fonotaktik bahasa Indonesia, termasuk pola fonotaktik gugus konsonan katakata bahasa Indonesia yang bersuku dua.
A.    SIMPULAN
Setiap bahasa memiliki aturan penderetan fonem yang disebut fonotaktik. Aturan ini lah yang akan membedakan apakah suatu deretan fonem dapat diterima pada suatu bahasa atau tidak. Kami menemukan bahasa indonesia memiliki aturan penderetan fonem atau kaidah fonotaktiknya sendiri. Dari hasil pencarian derertan fonem yang membentuk kata, kami menemukan fakta bahwa kaidah fonotaktik bahasa Indonesia lebih menyukai pasangan fonem vokal dengan konsonan atau sebaliknya daripada pasangan konsonan (gugus konsonan) atau pasangan vokal. Mungkin pada masa yang akan datang kita akan menemukan perkembangan aturan penderetan fonem lainnya. Dan hal itu bisa saja diterima jika memang diperlukan dan mungkin untuk dilakukan.

C.     DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi IV. Jakarta:  Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik Edisi IV cetakan II. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2008. Sintaksis. Jakatra: Grasindo.
Susialawati. 2009. Kaidah Fonotaktik Gugus Konsonan Kata-kata Bahasa Indonesia yang Bersuku Dua. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

Hay, Jennifer. 2003. Causes and Consequences of Word Structure. New York: Routledge.

Komentar

Postingan Populer