Makah Sederhana Layanan Responsif dalam Bimbingan dan Konseling




Permasalahan dalam Ujian Nasional
Ujian Nasional akan segera dihadapi, kelak para pesrta Ujian baikdari SMP/MTs  maupun SMA/MA/SMK akan dihadapkan pada hasil yang mereka dapat.
Dalam Ujian Nasional nanti ada 2 tahapan, bagi mereka yang lolos tahap pertama, maka mereka akan dipastikan lulus, namun bagi mereka yang tidak lolos tahap pertama mereka belum dinyatakan tidak lulus, melainkan mengulang (menempuh Ujian Nasional tahap II). Hal ini dikarenakan Ujian Nasional untuk siswa tingkat SMP/ MTs dan Tingkat SMA/ MA/SMK dilaksanakan dua kali, dan Ujian Nasional tahap II adalah Ujian Nasional yang diberlakukan bagi mereka yang
belum berhasil pada Ujian Nasional tahap pertama.
Bagi pesrta ujian yang langsung lolos pada tahap pertama tentu sangat harus merasa sangat bersyukur dan jangan sekali-kali meninggikan hati, karena hal itu didapatkan bukanlah mutlak hasil kita seorang, melainkan juga ada campur tangan orang lain dan tentunya Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini telah diisyaratkan dalam Q.S. Az-Zumar 49 yang artinya: “Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku." Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui”.
Dan bagi peserta ujian yang belum lolos, itu bukan merupakan tanda tertutupnya peluang lulus, kesempatan masih terbentang luas, karena Ujian Nasional tahap II masih ada. Dan saya ucapkan “bersemangatlah, dan yakinilah bahwa semua dapat kita hadapi dengan bermodalkan sabar”. Seperti yang dikatakan dalam Q.S. Al-Anfal: 66 yang artinya “Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.
Tanggapan dalam menyikapi hasil Ujian Nasional inipun tentunya akan berbeda. Bagi mereka yang lolos tahap pertama, sementara waktu akan merasa gembira, namun selanjutnya mulai harus memperhatikan jumlah rata-rata nilainya. Bagi yang mendapatkan nilai rat-rata tinggi, tentu akan sangat bergembira, hal ini akan meringankan beban mereka untuk memilih sekolah lanjut, tentunya mereka tinggal menyiapkan syarat-syarat lain yang dipersyaratkan sekolah lanjut yang ingin mereka tuju. Seperti kesiapan fisik dan psikologis untuk mengantisipasi tes bakat dan minat dan tes potensi akademik serta tes-tes lainnya. Kemudian bagi yang mendapat nilai rata-rata sedang-sedang saja, maka mereka harus jeli menimang-nimang dan berfikir realitis tentang kemungkinan sekolah lanjut yang ingin dituju. Lalu bagi yang nilainya tergolong cukup, sebenarnya tidak apa-apa melanjutkan ke sekolah lanjutan atas bagi yang dari SMP/ M.Ts. dan Perguruan Tinggi bagi yang dari SMA/MA, tetapi akan lebih bijak jika mereka memilih sekolah kejuruan bagi yang dari SMP/M.Ts. atau Perguruan Tinggi setingkat diploma semisal politeknik atau polibisnis dari SMA/MA/SMK. Tentunya sekolah kejuruan yang dipilih adalah sekolah kejuruan yang paling sesuai dengan bakat dan minatnya. Bagi yang pernah tes bakat dan minat tidak ada salahnya membuka-buka kembali hasil tes bakat dan minatnya, kmudian dikonsultasikan dengan guru BK/ Konselor sekolah masing-masing.
Bagaimana dengan mereka yang belum berhasil lolos Ujian Nasional tahap pertama? atau harus mengikuti/ menempuh Ujian Nasional tahap II? Untuk hal ini, perlu ada pembahasan lebih lanjut.
Menyikapi Kegagalan dalam perspektif Rational Emotif Therapy
Gagal adalah kata yang terdengar tidak mengenakkan, menyakitkan, bahkan menyesakkan hati kita. Siapa yang ingin gagal dalam hidupnya? Jawabnya, tentu tidak ada! Semua orang ingin berhasil dalam usahanya, ingin sukses dalam belajarnya, serta dalam setiap detik kehidupannya. Dan apabila kegagalan hadir dalam kehidupan kita berarti itu adalah “masalah”.
Masalah terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan yang terjadi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masalah adalah ma·sa·lah, yaitu sesuatu yg harus diselesaikan (dipecahkan)”, jadi kita harus menyelesaikan segenap permasalahan yang kita dapati. Masalah bukan untuk dihindari tetapi harus dihadapi dan dicarikan  solusinya. Masalah bukanlah hambatan tetapi tantangan yang menggairahkan! Dikatakan dalam suatu pepatah  “masalah adalah keberhasilan yang tertunda”. Bahkan Thomas Alfa Edison harus sekian ratus kali menemukan kegagalan sampai akhirnya menemukan bola lampu. Thomas Alfa Edison berucap dalam menyikapi kegagalannya,  “Saya tidak gagal, tetapi saya baru menemukan satu cara lagi untuk tidak saya ulanginya lagi!”
Bagaimana kalau kita menunda-nunda masalah? Masalah yang kita tunda akan mengendap dialam ambang/bawah sadar kita (istilah psikoanalisis), semakin banyak masalah yang kita endapkan semakin menumpuk “sampah masalah” dalam otak kita. Akibat berikutnya kita akan mengalami kecemasan. Kecemasan adalah perasaan takut terhadap sesuatu hal, tetapi kita tidak mengetahui mengapa kita merasa takut. Ini berarti obyek yang kita takutkan tersebut tidak nampak. Sehingga kita terus merasa gelisah, resah dan tertekan. Hal ini apabila didiamkan berlarut, bisa menimbulkan stress berat, depresi bahkan kita bisa gila!
Apa yang harus kita lakukan?
Kembali kepada persepsi kita terhadap siswa yang belum lolos Ujian Nasional, terdapat tulisan dalam artikel tentang  Rational Emotive sebagai berikut:
Menurut pandangan rasional emotif, manusia memiliki kemampuan inheren untuk berbuat rasional ataupun tidak rasional, manusia terlahir dengan kecenderungan yang luar biasa kuatnya berkeinginan dan mendesak agar supaya segala sesuatu terjadi demi yang terbaik bagi kehidupannya dan sama sekali menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan dunia apabila tidak segera memperoleh apa yang diinginkannya. Akibatnya berpikir kekanak-kanakan (sebagai hal yang manunusiawi) seluruh kehidupannya, akhirnya hanya kesulitan yang luar biasa besar mampu mencapai dan memelihara tingkah laku yang realistis dan dewasa; selain itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk melebih-lebihkan pentingnya penerimaan orang lain yang justru menyebabkan emosinya tidak sewajarnya seringkali menyalahkan dirinya sendiri dengan cara-cara pembawaannya itu dan cara-cara merusak diri yang diperolehnya. Berpikir dan merasa itu sangat dekat dan dengan satu sama lainnya : pikiran dapat menjadi perasaan dan sebaliknya; Apa yang dipikirkan dan atau apa yang dirasakan atas sesuatu kejadian diwujudkan dalam tindakan/perilaku rasional atau irasional. Bagaimana tindakan/perilaku itu sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain dan dorongan-doronan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri sekalipun irasional.
Ciri-ciri irasional seseorang tak dapat dibuktikan kebenarannya, memainkan peranan Tuhan apa saja yang dimaui harus terjadi, mengontrol dunia, dan jika tidak dapat melakukannya dianggap goblok dan tak berguna; menumbuhkan perasaan tidak nyaman (seperti kecemasan) yang sebenarnya tak perlu, tak terlalu jelek/memalukan namun dibiarkan terus berlangsung, dan menghalangi seseorang kembali ke kejadian awal dan mengubahnya. Bahkan akhirnya menimbulkan perasaan tak berdaya pada diri yang bersangkutan. Bentuk-bentuk pikiran/perasaan irasional tersebut misalnya : semua orang dilingkungan saya harus menyenangi saya, kalau ada yang tidak senang terhadap saya itu berarti malapetaka bagi saya. Itu berarti salah saya, karena saya tak berharga, tak seperti orang/teman-teman lainnya. Saya pantas menderita karena semuanya itu.
Seorang siswapun bisa juga berfikir irrasional, karena tidak lolos ujian nasional. Ia menganggap dirinya “bodoh dan tak berdaya”. Ia merasa sangat bersalah. Ia bahkan berkeyakinan “percuma melakukan perubahan, Tuhanpun sudah tak peduli nasib yang menimpa padanya”. Padahal Tuhan telah berfirman dalam Q.S. Az-Zukhruf: 76 yang artinya “Dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”
Untuk menanggulangi perasaan siswa tidak menentu seperti diatas, perlu adanya suatu obat penawar yang diantaranya bisa timbul dari keyakinan bahwa segala urusan telah diatur oleh Sang Maha Pengatur. Kemudian berusaha menenangkan hati (perasaan) sesuai dengan petunjuk-Nya, yaitu dengan cara mengingati-Nya. Dalam Q.S Ar-Radd:28 Tuhan telah berfirman yang artinya.......... Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Kemudian setelah hati tenang maka langkah selanjutnya adalah meminta pertolongan pada Sang Maha Menolong, karena segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi ada dalam kuasa-Nya. Yakinkanlah bahwa setiap hamba yang meminta pertolongan-Nya pasti akan ditolong oleh-Nya. Seperti tercantum dalam Q.S. Al-Mu’min:60 yang artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina."”
Sesungguhnya kalau seorang siswa yang mengalami kegagalan mau menyadari. Apabila ia terus menerus menyalahkan diri sendiri dan keadaan bahkan Tuhan, maka yang ia lakukan adalah bertolak dari apa yang ia rasakan. Dunia ini ia rasakan jahat, kejam dan tak adil, iapun akan jadi pribadi yang menutup diri, sinis dan acuh tak acuh. Namun sebaliknya, apabila ia melihat dunia ini sangat bersahabat, menyenangkan dan penuh perhatian, ia akan berperilaku peduli, terbuka dan suka berbagi serta akan saling membantu.
Oleh karena itu jauh hari sebelum Ujian Nasional dilaksanakan, peserta Ujian Nasional harus diyakinkan bahwa Ujian Nasional merupakan cambuk mereka! Mereka harus semakin tertantang untuk berjuang dan belajar penuh semangat untuk berprestasi dan berusaha mengeksplorasi kemampuan, bakat dan minatnya yang masih terpendam. Ingatkan pula bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini. Kita diberi oleh Tuhan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mereka harus pandai mengeksplorasi kemampuan, bakat, minat mereka sendiri-sendiri agar mereka mampu melakukan aktualisasi diri. Dan juga mereka harus pandai melihat kekurangan pada diri mereka sendiri. Yakinkan bahwa orang lain pun mempunyai kekurangan yang kita miliki. Jauhkan mereka dari sikap berlebihan dengan menyalahkan diri sendiri bila kelak mereka gagal!
Penutup
Sebentar lagi Ujian Nasional. Peserta Ujian harus siap dengan segala konskuensinya. Mengulang atau tidak mengulang, bahkan apabila nanti dinyatakan tidak lulus, jangan dijadikan beban yang berlebihan, tetapi harus peserta sikapi dengan melakukan penyadaran diri berikut ini:
  1. Meyakini bahwa cobaan adalah gerbang menuju kebahagiaan bila ditanggapi dengan baik;
  2. Mengakui sepenuhnya bahwa setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan masalahnya masing-masing dengan atau tanpa bantuan orang lain;
  3. Menerima pengertian bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk merubah masalah-masalah yang ada secara berarti;
  4. Menyadari bahwa segala keluh dan emosi negatif  berasal dari kepercayaan-kepercayaan tidak rasional;
  5. Pahami betul, kita telah berfikir rasional atau irrasional;
  6. Menerima kenyataan bahwa, jika seseorang mengharap untuk berubah, maka ia harus menguasai sepenuhnya cara-cara tingkah laku dan emosi;
  7. Meyakini bahwa segala sesuatu itu terjadi dengan seizin Tuhan, maka memintalah pada Tuhan untuk segala kebaikan; dan
  8. Meyakini juga bahwa Tuhan takan pernah merubah keadaan seseorang apabila orang tersebut tidak berusaha merubah keadaannya sendiri.

Referensi
·         Waskitamandiribk’s Blog.htm
·         Al-qur’anul Kariim

Komentar

Postingan Populer