KAJIAN AYAT-AYAT YANG MEMBAHAS TENTANG MUSIK DARI SUDUT PANDANG ISLAM MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Tutorial
PAI oleh :
Aditya Lesmana (1301825)
Faisal Muttaqin (1301462)
Zerry Aji Karniadi (1304867)
JURUSAN
PENDIDIKAN SENI MUSIK
FAKULTAS
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
1.1.
Latar Belakang
Bukanlah suatu hal yang aneh bagi
masyarakat ketika mereka dengan sengaja mendengarkan sebuah lagu
nasyid yang mereka anggap sebagai bagian dari da’wah Islam. Ditambah lagi dengan
banyaknya media yang bisa digunakan untuk mendengarkan musik seperti radio,
televisi, handphone, MP3, komputer dan yang lainnya. Mayoritas mereka tidak tahu
kalau Allah telah mengharamkannya dan mencelanya baik dalam Al-Qur’an maupun
dalam As-Sunnah.
Namun yang lebih mengherankan dan
sangat disayangkan sekali adalah perbuatan sebagian ikhwan yang saya yakin mereka telah mengerti akan hukumnya namun
menyepelekan masalah ini. Mereka cenderung menganggap hal ini sebagai sesuatu
yang kecil dan biasa saja. Padahal dengan mendengarkannya berarti kita telah berta’awun (tolong-menolong) dalam
kemaksiatan, dan yang lebih kita takutkan adalah ketika orang awam
mengetahuinya maka mereka menganggap hal itu adalah sesuatu yang boleh-boleh
saja karena kebiasaan mereka yang suka bertaklid kepada seorang ustadz atau orang yang dianggap
mengerti tentang agama.
Untuk itulah kami rasa perlu untuk
menulis sebuah makalah singkat ini. Kami ingin lebih menjelaskan bahwa
sebenarnya bukan hanya dari hadits saja yang menjelaskan tentang keharamannya,
tapi ayat Al-Qur’an pun menjelaskan akan hal itu. Juga termasuk pendapat para
imam madzhab tentang hal ini, bahwa sebenarnya tidak ada perselisihan sama
sekali dikalangan mereka tentang keharaamannya. Mudah-mudahan makalah ini bisa
bermanfaat bagi kita semua.
1.2. Batasan
Masalah
Pembahasan masalah pada makalah ini
akan dibatasi oleh masalah sebagai berikut :
1. Banyak
orang yang belum mengetahui ayat-ayat Al Qur’an yang mengharamkan musik
2. Menjelaskan
kepada masyarakat tentang haramnya musik menurut para imam madzhab salafush-shalih
tentang music
3. Menjelaskan
tentang hukumnya lagu yang tidak disertai music
4. Menjelaskan
nyanyian yang diperbolehkn dalam Islam
1.3. Rumusan
Masalah
Masalah
yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Ayat
apa saja yang menjelaskan tentang haramnya musik ?
2. Bagaimana
pendapat para imam besar tentang musik ?
3. Bagaimana
hukumnya lagu yang tidak disertai musik ?
4. Nyanyian
yang bagaimanakah yang diperbolehkan dalam Islam ?
1.4. Tujuan
Berdasarkan
beberapa uraian di atas, maka ada beberapa tujuan yang akan di peroleh dari
penyusunan makalah ini. Tujuan-tujuan tersebut antara lain:
1. Memberikan
penjelasan kepada masyarakat tentang haramnya musik menurut Islam
2. Memberikan
penjelasan dari para imam tentang musik
3. Memberikan
penjelasan tentang hukum lagu yang tidak disertai music
4. Memberikan
penjelasan tentang nyanyian yang diperbolehkan dalam Islam
1.5. Manfaat
Penulisaan
makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, yaitu
antara lain:
1. Penulis
bias berbagi pengetahuan tentang haramnya musik dan nyanyian yang diperbolehkan
menurut Islam
2. Memberikan
pengetahuan baru bagi para pembaca tentang haramnya dan nyanyian yang
diperbolehkan menurut Islam
3. Menambah
wawasan masyarakat tentang bagaimana haramnya musik dan nyanyian yang
diperbolehkan menurut Islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Dalil dari
Al-Qur’an Yang Menjelaskan Tentang Haramnya Musik
1. Qs.
Luqman 6
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ
عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ
عَذَابٌ مُهِينٌ
“Dan di antara manusia ada yang membeli (menukar) lahwal
hadits untuk menyesatkan orang dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya
ejekan, bagi mereka siksa yang menghinakan.”
Ibnu Katsir berkata: “Setelah Allah
menyebutkan tentang keadaan orang-orang yang bahagia yaitu orang-orang yang
mengambil petunjuk dari Al Qur’an dan mengambil manfaat darinya dengan
mendengarkannya, maka setelah itu diikuti dengan penyebutan keadaan orang-orang
yang celaka yaitu orang-orang yang tidak mau mengambil manfaat dari kalamullah
dan mereka malah lebih memilih untuk mendengarkan suara seruling,
nyanyian, yang (diiringi) dengan alat-alat musik, sebagaimana firman Allah
dalam ayat di atas”.
Al-Hasan Al-Bashri rahimallahu ta’ala berkata tentang
ayat tersebut: “Ia adalah nyanyian dan alat music.”
Ibnu Mas’ud radiyallahu anhu mengatakan: “Yang dimaksud adalah Al-Ghinaa(nyanyian), demi Allah yang
tidak ada Ilah melainkan Dia”,
beliau mengulang kata-kata itu sebanyak tiga kali. (Tafsir AlQur anil ‘Azhim,
3/582-583)
Atha’ Al-Khurasani berkata
tentang ayat di atas: “Ia adalah nyanyian, sesuatu yang bathil dan alat musik”.
(Ad-durrul Mantsur fi Tafsiril Ma’tsur, 6/507)
Mujahid berkata tentang ayat diatas
: “Ia adalah permainan yaitu gendang.” (Al-Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur an,
juz 20/129)
Maksud lafadz “liyudhilla an sabilillah” adalah
(memalingkan dari) berdzikir kepada Allah dan membaca Al-Qur an. (Ad-durrul
Mantsur fi Tafsiril Ma’tsur, 6/507)
Sementara lafadz “wayattahidzaha huzuwa” maknanya
sebagaimana dikatakan oleh Mujahid yaitu: Mengambil jalan Allah sebagai
olok-olokan. Sementara Qatadah mengatakan “Yang dimaksud adalah mengambil ayat
Allah sebagai olok-olokan”. Dan perkataan Mujahid lah yang lebih utama. (Tafsir
AlQur anil ‘Azhim, 3/583)
Imam As-Suyuti dan Imam Asy-Syaukani
dalam tafsir mereka tentang ayat di atas, keduanya menyebutkan sebuah
hadits yang sama, yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dari Abdur-Rahman bin
‘Auf bahwasannya Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallambersabda:
إنما نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين : صوت عند نغمة لهو ومزامير
شيطان ، وصوت عند مصيبة خمش وجوه وشق جيوب ورنة شيطان
“Sesungguhnya saya tidak melarang (kamu) menangis, tapi saya
melarangmu dari dua suara (yang menunjukkan) kedunguan dan kejahatan yaitu
suara ketika gembira, yaitu bernyanyi-nyanyi, bermain-main, dan
seruling-seruling syaithan dan suara ketika mendapat musibah, memukul-mukul
wajah, merobek-robek baju, dan ratapan-ratapan syaithan.”(Dikeluarkan oleh Al Hakim, Al
Baihaqi, Ibnu Abiddunya, Al Ajurri, dan lain-lain)
Dalam ayat di atas (Qs. Luqman 6)
terdapat petunjuk bahwa mendengarkan musik dan lagu adalah sebagian dari
sebab-sebab sesat dan menyesatkan, memperolok-olokkan ayat-ayat Allah, dan
enggan serta takabbur mendengarkannya.
2. Qs.
Al-Isra 64
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ
“Dan hasunglah siapa saja yang kau sanggupi dari mereka
dengan suaramu.”
Mujahid berkata: “Yang dimaksud adalah nyanyian dan
permainan (alat musik).”
Ibnu Abbas radiyallahu
anhuberkata: “Segala perkara yang mengajak kepada kemaksiatan.”
2.2. Pendapat Imam Madzhab dan Para
Salafush-Shalih Tentang Musik
Imam At-Thurtusi rahimallahu ta’ala menyebutkan bahwa
Madzhab Imam Hanafi termasuk madzhab yang sangat keras dan pendapatnya paling
tegas dalam masalah ini. Hal demikian ditunjukkan pula oleh shahabat-shahabat
beliau yang menyatakan haramnya mendengarkan duf, alat-alat musik, walaupun hanya ketukan sepotong ranting.
Mereka menyebutnya sebagai kemaksiatan, mendorong kepada kefasikan, dan ditolak
persaksiannya.
Imam Asy-Syafi’i rahimallahu ta’ala menyebutkan
tentang hal ini dalam Adabul Qada’
(Al-Umm 6/214).Para shahabat Imam Syafi’i rahimallahu ta’ala yang betul-betul memahami ucapan dan istinbath(pengambilan kesimpulan dari
dalil) madzhab beliau dengan tegas menyatakan haramnya nyanyian dan
musik.Mereka mengingkari orang-orang yang menyandarkan kepada beliau (Imam
Syafi’i) mengenai penghalalannya.Di antara mereka adalah Qadly Abu Thayyib Ath
Thabari, Syaikh Abi Ishaq, dan Ibnu Shabbagh. Demikian pernyataan Imam
Ath Thurthusi. (Ighatsatul Lahfan, 1/412)
Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa Imam
Ibnu Shalah dalam fatwanya menyatakan : “Adapun yang perlu diketahui dalam
permasalahan ini adalah bahwa sesungguhnya duf(rebana), alat musik tiup, dan nyanyian-nyanyian, jika terkumpul
(dilakukan/dimainkan secara bersamaan) maka mendengarkannya haram, demikian
pendapat para imam madzhab dan ulama-ulama Muslimin lainnya. Dan tidak ada keterangan
yang dapat dipercaya dari seseorang yang ucapannya diikuti (jadi pegangan)
dalam ijma’ maupun ikhtilaf bahwa ia (Imam Syafi’i) membolehkan keduanya
(nyanyian dan musik)”. (Ighatsatul Lahfan, 1/415)
Umar bin Abdul Aziz pernah menulis
surat kepada orang yang mendidik anaknya, “Hendaklah didikanmu yang mula-mula
menjadi keyakinannya adalah membenci segala macam permainan yang melalaikan
yang bersumber dari syaitan dan berakhir mendapatkan kemurkaan Allah, karena
itu aku telah menerima wasiat dari para ‘ulama yang terpercaya bahwa suara
musik, mendengarkan nyanyian, serta asik dengannya dapat menumbuhkan
kemunafikan dalam hati, sebagaimana rerumputan itu akan tumbuh disebabakan oleh
air. (Ighatsatul Lahfan, 1/448)
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam Ighatsatul Lahfan, setelah beliau
menyebutkan beberapa perkataan Ulama tentang hukum seputar lagu dan musik,
kemudian beliau menguatkan pendapatnya tentang keharaman musik dengan
menyebutkan beberapa hadits. Diantara hadits yang beliau sebutkan adalah:
Hadits Dari Abi ‘Amir(Abu Malik) Al
Asy’ari, dari Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam beliau bersabda:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ
وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang
menganggap halalnya zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik,”(HR. Al-Bukhari)
2.3. Hukum Lagu
Yang Tidak Disertai Dengan Musik
Lagu dalam bahasa arab identik
dengan syair-syair. Telah masyhur bahwasannya para sahabat sering melantunkan
syair-syair sebagaimana banyak disebutkan dalam beberapa kitab siroh (kitab
sejarah) yang semua itu mereka gunakan untuk menumbuhkan semangat, atau juga
untuk mengingat akhirat.
Oleh karenanya lagu-lagu adalah
diperbolehkan untuk mendengarkannya dengan syarat tidak disertai dengan alat
musik, untuk mengingatkan kita akan kehidupan akhirat, atau untuk mengingatkan
akan tanah kelahiran atau hal yang lain selama tidak mengandung kemaksiatan.
(Lihat Tahrimu Alaatuth Tharb,
hal 129)
2.4. Beberapa
nyanyian yang diperbolehkan dalam Islam
Ada
beberapa nyanyian yang diperbolehkan dalam Islam, diantaranya :
1. Nyanyian
pada hari raya, sebagaimana hadits yang bersumber dari Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam masuk
menemui Aisyah radiyallahu anha,
di dekatnya ada dua gadis yang sedang memukul rebana, dalam riwayat lain, lalu
Abu Bakar radiyallahu anhu
membentak mereka, maka Rasulullah shalallahu
alaihi wa sallam bersabda,
“Biarkanlah mereka, karena setiap kaum mempunyai hari raya, dan ini hari raya
kita.” ( HR Bukhari, Fathul Baari 2 / 602 )
2. Nyanyian
yang diiringi rebana pada waktu perkawinan, dengan maksud memeriahkan dan
mengumumkan akad nikah, dan mendorong untuk nikah, sebagaimana sabda Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam :
فصل ما بين الحلال والحرام ضرب الدف والصوت في النكاح
“Yang membedakan antara halal nikah dan haram ( zina ),
adalah memukul rebana dan lagu-lagu waktu ‘akad nikah”. ( HR Ahmad, 3 / 418 )
3. Nyanyian
yang islami (nasyid), pada waktu kerja yang mendorong agar bersemangat bekerja
terutama yang mengandung Do’a, atau berisi tauhid (mengesakan Allah), cinta
pada Rosul dan menyebut akhlaknya atau berisi ajakan jihad, memperbaiki budi
pekerti, mengajak persatuan, tolong- menolong sesama umat, menyebut dasar-dasar
Islam, atau berisi hal-hal yang bermanfaat bagi umat. ( Majmuah Ar-Rosail, 1 /
62 ).
2.4.1. Hal itu diperbolehkan dengan catatan
1. Syairnya
tidak mengandung lafadz-lafadz syirik, misalnya mengkultuskan Ahlul bait
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,
atau memohon syafaat kepada orang-orang shaleh yang telah wafat.
2. Tidak
diiringi dengan alat-alat musik yang diharamkan.
BAB III
PENUTUPAN
3.1. Kesimpulan
Dari keterangan-keterangan di atas
dapat kita simpulkan bahwa hukum musik dan nyanyian adalah sebagai berikut:
1. Haram
nyanyian yang melukiskan anggota tubuh, yang membuat fitnah dan mengandung
percintaan yang menjurus kepada perzinaan.
2. Haram
mendengarkan musik dan segala bentuknya karena mengandung bahaya dan merusak
akhlak.
3. Diperbolehkan
memukul rebana dan menyanyi pada hari raya dan pernikahan. Hal ini juga
disebutkan oleh An-Nawawi dalam Al-Majmu 20/230.
4. Diperbolehkan
nyanyian (nasyid) yang baik-baik (tidak melanggar syariat) pada waktu bekerja
dan tanpa diiringi musik.
Daftar Pustaka
Al-Qur
anul ‘Azhim.
Tafsir
AlQur anil ‘Azhim;
Ibnu Katsir; Darus-Salam(Riyadh) dan Darul-Faiha(Damaskus), cetakan II, 1418 H
Al-Jami’ul
Bayan fi Ta’wilil Qur an; Ibnu Jarir Ath-Thabari; Muassasah Ar-Risalah; cetakan I;
1420 H.
Ad-durrul
Mantsur fi Tafsiril Ma’tsur; Abdur-Rahman Jalaluddin As-Suyuti; Darul Fikr, Beirut:
1414 H.
Ighatsatul
Lahfan Fi Mashayidisy-syaithan; Ibnul Qayyim Al-Jauziyah; Dar Ibnul Jauzi cetakan I, 1424
H.
Tahrimu
Alaatuth Tharb;
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani; Makatabah Ad-Dalil, cetakan pertama;
1416 H
Fathul
Bari, Ahmad
bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalani; Darul Kutub Al-‘Alamiyah; Beirut; 1410 H.
Al-Majmu;
Imam Muhyiddin An-Nawawi.
Komentar
Posting Komentar