Serba-serbi Pembelajaran Kontekstual


*disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Belajar dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang diberikan DR. H. E. Kosasih, M.Pd. oleh Adam Rahmat Fauzan (0900816); Cindy Tri Ardiyani (1100298); Faisal Abdul Rauf (1104903); Fitri Andiani (1103632); Riska Yulia Arifin (1104678). 
[Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia]



A.    Pengertian Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Pembelajaran Kontekstual (CTL) adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Seperti halnya biola, cello, klarinet, dan alat musik lain di dalam sebuah orchestra yang menghasilkan musik, demikian juga bagian-bagian CTL yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda, yang ketika digunakan bersama-sama, memampukan para siswa membuat hubungan yang menghasilkan makna. Setiap bagian CTL yang berbeda-beda ini memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami tugas sekolah. Secara bersama-sama, mereka membentuk suatu system yang memungkinkan para siswa melihat makna di dalamnya, dan mengingat materi akademik. (Elain B. Johnson,2010:65)
Berikut ini merupakan definisi dari pembelajaran kontekstual (CTL) yang telah penyusun himpun:
1.      Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. (Nurhadi, 2004:13)
2.      Pendekatan kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”. Pada dasarnya pembelajaran kontekstual guru di dalam menyampaikan konsep pembelajaran berusaha memberikan sesuatu yang nyata bukan sesuatu yang abstrak sesuai dengan lingkungan sekitar anak, sehingga pengetahuan yang diperoleh anak dengan pembelajaran di kelas merupakan pengetahuan yang dimiliki dan dibangun sendiri, ada keterkaitan dengan penerapan kehidupan sehari-hari yang bisa dijadikan bekal untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan berdasarkan pengetahuan yang telah dibangun dan dimilikinya. (Sanjaya, 2005:109)
3.      Definisi Pembelajaran Kontekstual selanjutnya berasal dari US Department of Education sebagai salah satu penyelenggara pendidikan kontekstual ini. Menurut US Department of Education Office of Vocational and Adult Education and the National School to Work Office, CTL adalah suatu konsep mengajar dan belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membentuk hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika belajar.
4.      Akhmad Sudrajat, mendefinisikan CTL sebagai berikut:
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu proses yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
5.      Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai berikut:
CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perncanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
            Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan kami dapat menyimpulkan beberapa kata kunci untuk mendapatkan definisi yang lebih sederhana. Kata kunci tersebut adalah konsep, menghubungkan, dan pengalaman hidup. Dari kata kunci tersebut kami dapat mendefinisikan pembelajaran kontekstual sebagai suatu konsep pembelajaran yang menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman hidup peserta didik.

B.     Karakteristik CTL
Dalam bagian berikut akan dijelaskan beberapa karakteristik pembelajaran kontekstual yang dikemukakan beberapa ahli. Menurut Rusman (2009:248), proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus mempertimbangkan karakteristik-karakteristik : (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan dan tidak membosankan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru kreatif, (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran konstekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.
1.      Mengaitkan: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.
2.      Mengalami: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.
3.      Menerapkan: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
4.      Kerjasama: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
5.      Mentrasfer: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.

C.    Strategi Penerapan CTL dalam Proses Pembelajaran
Degeng (1997), mengutarakan bahwa strategi pembelajaran diartikan sebagai cara-cara, sehinga terwujud suatu urutan langkah prosedural yang dapat dilakukan untuk mencapai kondisi pembelajaran yang dapat dilakukan untuk mencapai kondisi pembelajaran dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu strategi pengoperasian pembelajaran, setrategi penyampaian isi pembelajaran, dan strategi pengelolaan pembelajaran.
Dalam penerapan CTL ada sejumlah strategi yang mesti ditempuh yaitu:
·         Pertama, pengajaran berbasis problem. Dengan memuculkan problem yang dihadapi bersama, peserta didik ditantang untuk berfikir kritis untuk memecahkannya. Problem seperti ini membawa makna personal dan sosial bagi peserta didik.
·         Kedua, menggunakan konteks yang beragam. Makna itu ada di mana-mana dalam konteks fisikal dan sosial. Guru membermaknakan pusparagam konteks (sekolah, masyarakat, tempat kerja, dan sebagainya), sehingga makna (pengetahuan) yang diperoleh peserta didik menjadi semakin berkualitas.
·         Ketiga, mempertimbangkan keberagaman peserta didik baik perbedaan individual dan sosial. Guru mengayomi peserta didik dan meyakini bahwa keberagaman dibermaknakan sebagai mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan membangun toleransi.
·         Keempat, memberdayakan peserta didik untuk belajar sendiri. Peserta didik dilatih untuk kritis dan kreatif dalam mencari dan menganalisis informasi dengan sedikit bantuan atau malah secara mandiri.
·         Kelima, belajar melalui kolaborasi, Peserta didik dibiasakan saling belajar dari dan dalam kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan fokus belajar.
·         Keenam, menggunakan penilaian autentik. Hal ini menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan kontekstual, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
·         Ketujuh, mengejar standar tinggi. Standar unggul sering dipersepsikan sebagai jaminan, baik jaminan lulus, jaminan kerja, jaminan kepercayaan diri, jaminan menentukan masa depan. Hal ini perlu didengungkan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang kompetitif pada abad persaingan dewas ini (Elaine B Johnson : 2002)
CTL dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek membaca, berbicara, mendengarkan, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun bersastra dipaparkan sebagai berikut:
1.      Penerapan CTL dalam Pembelajaran Membaca
Membaca menurut Komaruddin (2005:21) adalah mengeja atau melafalkan apa yang tertulis atau melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Membaca merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang harus dikuasai oleh siswa. Kegiatan membaca tersusun dari empat komponen, yaitu strategi, kelancaran, pembaca, dan teks.
Dalam pembelajaran membaca, guru dapat menciptakan masyarakat belajar di kelas. Masyarakat belajar berfungsi sebagai wadah bertukar pikiran, bertukar
informasi, tanya jawab tentang berbagai permasalahan belajar yang dihadapi, dan pada akhirnya dicari solusi tentang permasalahan tersebut.
Guru seharusnya menjadi model yang mendemonstrasikan teknik membaca yang baik di kelas. Guru juga harus memonitor pemahaman siswa. Memonitor pemahaman penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam proses memonitor ini adalah kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi dasar yang telah ditetapkan guru. Guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan.
2.      Penerapan CTL dalam Pembelajaran Berbicara
Berbicara merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha mengungkapkan gagasan melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan menghubungkan antara semata dengan kepercayaan diri untuk tampil mengungkapkan gagasan. Suasana kelas memiliki peran dalam pembelajaran berbicara.
Pembelajaran di kelas dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks interaksi kelompok (cooperating). Guru membuat suatu kelompok belajara (learning community). Dalam komunitas tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan pikirannya, berdiskusi dengan teman. Konsep dasar dalam teknik ini adalah menyatukan pengalaman-pengalamn dari masing-masing individu. Teknik ini memacu siswa untuk berkomentar, mengungkapkan gagasannya dalam komunitas belajar. Tahap pertama, siswa diberikan peluang untuk berbicara. Apabila terdapat
kesalahan penggunaan bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya. Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai dengan menumbuhkan kepercayaan diri pada diri siswa.
Prinsip CTL memuat konsep kesalingbergantungan para pendidik, siswa, masyarakat, dan lingkungan. Prinsip tersebut memacu siswa untuk turut mengutarakan pendapat dalam memecahkan masalah. Prinsip diferensiasi dalam CTL membebaskan siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, membebaskan siswa untuk belajar dengan cara mereka sendiri. CTL merupakan salah satu alternatif pembelajaran inovatif, kreatif, dan efektif.
Keterampilan berbicara menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk kerja. Siswa diberikan instrumen yang dapat membuatnya berbicara atau berkomentar. Berpidato, menceritakan kembali, berkomentar, bertanya merupakan salah satu kegiatan dalam berbicara. Penilaian yang dilakukan guru harus sesuai dengan fakta di kelas. Siswa yang pandai berbicara layak mendapatkan nilai tinggi dalam kompetensi berbicara dibandingkan siswa yang frekuensi berbicaranya rendah.

3.      Penerapan CTL dalam Pembelajaran Mendengarkan
Mendengarkan adalah proses menangkap pesan atau gagasan yang disampaikan melalui ujaran. Keterampilan mendengarkan membutuhkan daya konsentrasi lebih tinggi dibanding membaca, berbicara, dan menulis. Ciri-ciri mendengarkan adalah aktif reseptif, konsentratif, kreatif, dan kritis. Pembelajaran mendengarkan dalam CTL mengharuskan guru untuk membiasakan siswanya untuk mendengarkan. Mendengarkan dapat melalui tuturan langsung maupun rekaman. Kemudian siswa diberikan instrumen untuk menjawab beberapa pertanyaan.
Teknik-teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui perkembangan siswa pada keterampilan mendengarkan dapat menggunakan teknik observasi. Observasi dilakukan guru dengan melihat dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan menyimak siswa. Proses perekaman dapat dilakukan guru menggunakan buku atau lembar observasi untuk siswa. Rekaman observasi ini berisi perilaku siswa saat pembelajaran menyimak berlangsung dan pembelajaran keterampilan yang lain.
Teknik kedua adalah dengan portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa dalam satu periode waktu tertentu, misalnya satu semester yang menggambarkan perkembangan siswa dalam keterampilan menyimak. Data yang didapat dari portofolio digunakan untuk mengetahui perkembangan belajar menyimak siswa.
Teknik ketiga adalah jurnal dalam mendengarkan. Jurnal digunakan untuk merekam atau meringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan topik-topik kunci yang dipahami, perasaan siswa terhadap pembelajaran menyimak, kesulitan yang dialami atau keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi yang dipelajari. Jurnal dapat berupa diary, atau catatan siswa yang lain.
4.      Penerapan CTL dalam Pembelajaran Menulis
Menulis merupakan penyampaian gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Salah satu keterampilan pembelajaran menulis adalah pembelajaran menulis kreatif.
Keterampilan menulis kreatif bukan hanya berpusat pada guru sebagai informan melainkan siswa sendiri yang harus berperan aktif dalam pembelajaran. Guru hanya memberikan instruksi kepada siswa untuk membuat karangan kreatif tanpa ada penguatan sebelumnya.
Salah satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah mempertemukan konsep-konsep yang dipelajari di dalam ruang kelas dengan kenyataan aktual yang dapat dipahami dengan konsep-konsep teoretis itu dalam kenyataan lingkungan terdekatnya. Guru seharusnya dapat memberikan ruang bebas untuk siswa agar dapat mengungkapkan gagasannya, tanpa perlu dibatasi. Komponen CTL berwujud refleksi adalah berusaha untuk menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan realitas sehari-hari siswa. Instrumen yang diberikan guru dapat berupa pemberian tugas menuliskan kegiatan sehari-hari dalam sebuah diary yang pada nantinya dapat dijadikan sebuah dokumen portofolio. Isi diary adalah tentang apa yang dipelajari hari itu, permasalahan apa yang dihadapi, serta proses pencarian jawaban tentang permasalahan tersebut. Setelah siswa menulis diary dalam periode tertentu, guru dapat melakukan penilaian tentang tulisan siswa tersebut dan pada akhirnya ditentukan keputusan siswa tersebut telah dapat memenuhi kompetensi atau belum.
Seorang guru yang memiliki kompetensi memadai seharusnya dapat melakukan penilaian secara autentik tentang kegiatan menulis siswanya. Penilaian yang sebenarnya adalah penilaian berbasis siswa. Penilaian guru tentang kegiatan menulis siswa harus sesuai dengan kompetensi siswa yang sesungguhnya. Guru harus membuat rubrik penilaian yang dapat mencakup semua aspek yang akan dinilai. Sebelum membuat rubrik, guru harus dapat membuat instrumen yang mudah dimengerti oleh siswa, dan instrumen yang dapat membuat siswa berpikir kritis dan kreatif. Instrumen menulis yang dibuat guru harus dapat memfasilitasi siwa untuk menulis kreatif.


D.    Komponen-komponen CTL
Menurut Johnson (2002:24), ada delapan komponen utama dalam system pembelajaran Kontekstual, seperti dalam rincian berikut:
1.      Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang belajar sambil berbuat (learning by doing)
2.      Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis atau anggota masyarakat
3.      Belajar yang diatur sendiri (sell-regulated learning). Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada hubungan dengan penentuan pilihan, dan ada produknya
4.      Bekerja sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok
5.      Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, memcahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti
6.      Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya
7.      Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya
8.      Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.
Dalam sumber lain, ditemukan juga bahwa komponen pembelajaran kontekstual terbagi menjadi 7 bagian, yaitu meliputi:
a.       Konstruktivisme
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1.      Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
2.      Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkontruksi” bukan menerima pengetahuan
3.      Siswa belajar sedikit-sedikit dari konteks terbatas
4.      Siswa mengkontruk sendiri pemahamannya
5.      Pemahaman yang mendalam di peroleh melalui pengalaman belajar bermakna
b.      Inquiry (menemukan)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1.      Di Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
2.      Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3.      Siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis, dan merumuskan teori, baik perorangan maupun kelompok
4.      Diawali dengan pengamatan, lalu berkembang untuk memahami konsep/fenomena
5.      Mengembangkan dan menggunakan keterampilan berpikir kritis
c.       Questioning (bertanya)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1.      Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
2.      Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
Bagi guru
1.      Menuntun siswa berpikir
2.      Mengecek pemahaman siswa
3.      Membangkitkan respon siswa
Bagi siswa
1.      Menggali informasi
2.      Menghubungkan dengan pengetahuan yang dimiliki
3.      Memecahkan masalah yang di hadapi
d.      Learning community (masyarakat belajar)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1.      Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
2.      Bekerjasama dengan orang lain lebih baik dari pada velajar sendiri
3.      Tukar mengalaman
4.      Barbagi ide
5.      Berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain
6.      Ada kerjasama untuk memecahkan masalah
7.      Hasil pembelajaran secara kelompok akan lebih baik dari pada belajar sendiri
8.      Ada  fasilitator/guru yang memandu proses belajar dalam kelompok
e.       Modeling (pemodelan)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1.      Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
2.      Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
3.      Membahasakan gagasan yang anda pikirkan
4.      Mendemonstrasikan bagaimana anda menginginkan para siswa untuk belajar
5.      Melakukan apa yang anda inginkan agar siswa melakukan
6.      Guru bukan satu-satunya contoh bagi siswa
7.      Model berupa orang, benda, prilaku, dll.
f.       Authentic Assesment (penilaian autentik)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1.      Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
2.      Penilaian produk (kinerja)
3.      Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
4.      Menilai dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber
5.      Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
6.      Mempersyaratkan penerapan pengetahuan dan keterampilan
7.      Proses dan produk kedua-duanya dapat diukur
g.      Reflection (refleksi)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1.       Perenungan atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas pengetahuan sebelumnya.
2.       Perenungan merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diperolehnya.
3.       Perenungan bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.



DAFTAR PUSTAKA
Jonhson. Elaine B. 2012. CTL Contextual Teaching & Learning (Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna) Diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan. Bandung: Kaifa.
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press.
Bull, Kang. 2011. ”Definisi Pembelajaran Kontekstual (CTL)” http://kafeilmu.com. [Mei 2011].
Sudawarma, Aris. 2011. ”Makalah CTL” http://arissudarmawan.blogspot.com. [6 April 2011].
Septa, Kurnia. 2011. “Pengertian dan Komponen Pembelajaran Kontekstual” http://www.sekolahdasar.net. [November 2011].









Komentar

Postingan Populer