Kajian Drama Titik-Titik Hitam Karya Nasyah Djamin: Pendekatan Semiotik
*diajukan
untuk memenuhi tugas Matakuliah Kajian Drama Indonesia yang diberikan Suci Sundusiah, M.Pd.
oleh Adam Rahmat Fauzan (0900816)
[Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia]
A.
Sinopsis
Naskah Drama Titik-titik Hitam karya
Nasyah Djamin
Drama
Titik-titik Hitam ini menceritakan tentang Hartati (Tati) yang jatuh sakit.
Menurut dr. Gun, Hartati tidak akan sembuh bila ia tidak mau. Hal ini menyebabkan
Adang (Suami Hartati) gelisah. Kegelisahan Adang semakin bertambah karena ibu
Hartati bagi Adang selalu mebuat “fitnah”.
“Fitnah”
Ibu bukan tanpa alasan, mengingat Adang yang sering pergi lama dinas ke luar
kota. Namun adang enggan untuk percaya pada fitnah ibu yang terkesan tidak
gamblang menyebutkan apa yang sebenarnya terjadi di rumah tangga Adang. Mereka
berdua kemudian terlibat adu mulut hingga dr. Gun datang dan menenangkan
mereka.
dr.
Gun keluar dari kamar Hartati dan bertanya tentang keberadaan Rahayu (Ayu) yang
sejak tadi ingin Hartati temui. Karena ia belum juga bertemu Rahayu, maka dr.
Gun pun masuk kembali menuju kamar Hartati. Setelah dipastikan Hartati sama
sekali tidak hendak menemuinya, Adang pergi keluar rumah.
Ibu
kemudian ditinggal sendiri dan saat dr. Gun kembali keluar dari kamar mereka
berbincang-bincang. Di tengah perbincangan mereka, dr. Gun sempat menyinggung
bahwa Hartati kini sedang hamil satu bulan. Hamil yang pertama sejak lima tahun
berumah tangga.
Ibu
akhirnya dipanggil Hartati masuk ke kamar dan saat ibu berada di kamar, Rahayu
tiba. Rahayu kemudian berbincang-bincang dengan dr. Gun. Perbincangan mereka
memanas saat dr. Gun mencoba menasehati Rahayu agar hidupnya jangan terlalu
bebas. Rahayu marah dan mulai mengungkit kejadian dua tahun lalu saat dia
meminta dr. Gun untuk mengaborsi kandungannya. Rahayu pun mengklaim bahwa dosa
itu dosa mereka berdua yang telah membunuh seorang manusia (janin). Pada
perbincangan ini pun Rahayu mengatakan bahwa mereka saat ini sedang bertengkar
untuk memperebutkan seseorang.
Pada
adegan akhir drama ini, ibu keluar dari kamar Hartati. Ia memint dr. Gun masuk
ke kamar dan memeriksa Hartati yang tidak sadarkan diri. Setelah dr. Gun masuk,
terjadilah perbincangan antara Ibu dan Rahayu. Dari perbincagan Ibu dan Rahayu
dapat diketahuhi bahwa Hartati sakit sejak Trisno dan Rahayu pergi dari rumah.
Mereka berdua pergi ke gunung. Rahayu mengakui bahwa ia mencintai Trisno dan
tidak akan melepasnya. Perbincangan pun berakhir kala Ibu meminta Rahayu masuk
ke kamar dan menemui Hartati.
B.
Semiotik
(Landasan Teori)
Semiotik berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Semiotik diperkenalkan oleh dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure dan Charles Sander Peirce. Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika dalam bidang yang berbeda secara terpisah. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah linguistik, sedangkan Peirce dikenal sebagai ahli filsafat. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut.
·
Adapun
semiotik itu (kadang-kadang juga dipakai istilah semiologi) ialah ilmu yang
secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang (semeion,
bahasa Yunani = tanda), sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangan
(luxemburg, 1984:44).
·
Tokoh
yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang hidup sezaman, yang
bekerja dalam bidang yang terpisah dan dalam lapangan yang tidak sama (tidak
saling memengaruhi), yang seorang ahli linguistik yaitu Ferdinand de Saussure
(1857-1913) dan seorang ahli filsafat yaitu Charles Sander Peirce (1839-1914).
Saussure menyebut ilmu semiotik dengan nama semiologi, sedangkan Pierce
menyebutnya semiotik (semiotics). Kemudian
hal itu sering dipergunakan berganti-ganti dengan pengertian yang sama. Di
Perancis dipergunakan nama semiologi untuk ilmu itu, sedang di Amerika lebih
banyak dipakai nama semiotik (Pradopo, 2005:119).
Inti
dari kontribusi semiotik Saussure adalah rancangan bagi teori umum tentang sistem
tanda yang disebut semiologi. Istilah semiologi muncul diciptakan oleh Saussure
sendiri untuk menandai belum adanya ilmu pengetahuan umum tentang tanda. Menurut
Saussure, tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan,
seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda di sana ada sistem. Artinya,
sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua aspek yang ditangkap
oleh indra kita yang disebut dengan signifier,
bidang penanda atau bentuk dan aspek lainnya yang disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna. Aspek kedua
terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang
dipresentasikan oleh aspek pertama.
Menurut
Peirce, semiotik adalah pembelajaran mengenai sifat-sifat dasar dan variasi
asas-asas yang memungkinkan dalam semiosis. Istilah semiosis berasal dari
risalah Epicurean filosofis Philodemus. Pierce menjelaskan bahwa semiosis
mengandung makna perbuatan yang hampir terdapat dalam berbagai macam tanda dan
pengertian saya ini merujuk pada sesuatu perbuatan yang berlabel tanda (Winfrid North, 1990:42)
Menurut
Pierce, tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu
yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang
lain, oleh Pierce disebut objek (denotatum). Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru
dapat berfungsi bila diinterprestasikan dalam benak penerima tanda melalui
interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri
penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat
ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang
sistem tanda dalam suatu masyarakat.
Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda.
Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan itu
merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dalam
kritik sastra, penelitian semiotik
meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung pada
(diukan) konvensi- konvensi tambahan dan meneliti ciri-ciri (sifat-sifat)
wacana yang mempunyai makna (Pradopo, 2005:119).
Menurut pandangan semiotik, setiap
tanda terdiri dari dua aspek, yaitu penanda (hal yang menandai sesuatu)
dan petanda (referent yang diacu atau dituju oleh tanda ter tentu).
Dalam pandangan Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati
atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas
pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan
dalam sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda. Sebuah bendera
kecil, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan
makan, sebuah gejala mode, suatu gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah,
suatu kesukaan tertentu, letak bintang tertentu, suatu sikap, setangkai bunga,
rambut uban, sikap diam membisu, gagap, berbicara cepat, berjalan sempoyongan,
menatap, api, putih, bentuk, bersudut tajam, kecepatan, kesabaran, kegilaan,
kekhawatiran, kelengahan, semuanya itu dianggap sebagai tanda.
Tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan menjadi
tanda yang dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang
antara tanda dengan acuannya ada hubungan kemiripan dan biasa disebut metafora.
Contoh ikon adalah potret. Bila ada hubungan kedekatan eksistensi, tanda
demikian disebut indeks. Contoh indeks adalah tanda panah petunjuk arah bahwa
di sekitar tempat itu ada bangunan tertentu. Simbol adalah tanda yang diakui
keberadaannya berdasarkan hukum konvensi. Contoh simbol adalah bahasa tulisan.
Selanjutnya dikatakan Pradopo (2005)
bahwa dalam penelitian sastra dengan pendekatan semiotik, tanda yang berupa
indekslah yang paling banyak dicari (diburu), yaitu berupa tanda-tanda yang
menunjukkan hubungan sebab-akibat (dalam pengertian luasnya).
Semiotik merupakan lanjutan dari
penelitian strukturalisme. Hubungan antara semiotik dan strukturalisme adalah
sebagai berikut:
(a) Semiotik digunakan untuk memberikan
makna kepada tanda-tanda sesudah suatu penelitian struktural.
(b) Semiotik hanya dapat dilaksanakan
melalui penelitian strukturalisme yang memungkinkan kita menemui tanda-tanda
yang dapat memberi makna (Junus, 1988: 98).
Lebih lanjut Junus (1988: 98) menjelaskan bahwa pada (a) semiotik merupakan
lanjutan dari strukturalisme. Pada (b) semiotik memerlukan untuk memungkinkan
ia bekerja. Pada (a), semiotik seakan apendix ’ekor’, kepada strukturalisme.
Tapi tidak demikian halnya pada (b). Untuk menemukan tanda, sesuai dengan
pengertian sebagai ilmu mengenai tanda. Semiotik tidak dapat memisahkan diri
dari strukturalisme, ia memerlukan strukturalisme . dan sekaligus, semiotik
juga menolong memahami suatu teks secara strukturalisme.”
Keterangan di atas menunjukkan bahwa strukturalisme tidak dapat dipisahkan
dengan semiotik, karena sastra itu merupakan struktur tanda-tanda yang
bermakna. Dalam perkembangan
ilmu sastra, beberapa teoritisi sastra menganggap bahwa semiotik dapat
dijadikan sebagai salah satu alat untuk memperkuat sebuah analisis karya sastra
setelah sebelumnya dilakukan terlebih dahulu analisis secara struktural.
Seperti dikemukakan oleh Zaimar (1990 : 24) bahwa analisis struktural akan
berhasil menampilkan bentuk karya, serta pelanggaran-pelanggaran terhadap
konvensi karya sastra yang terdapat di dalamnya, namun analisis struktural
tidak dapat memecahkan masalah pemahaman karya. Itulah sebabnya dilakukan
analisis semiotik.
Berdasarkan
uraian di atas, maka yang harus dilakukan
dalam kajian semiotik adalah melihat semua itu sebagai tanda. Penganalisis
harus selalu bertanya apakah tokoh, latar, alur, dan pengaluran, dan
penceritaan di dalamnya itu merupakan sebuah tanda/simbol atau bukan.
C.
“Titik-titik Hitam” sebagai Penanda
Seperti yang telah
diuraikan dalam landasan teori, penanda merupakan hal yang menandai sesuatu yang kemudian akan disebut petanda. Titik-titik Hitam sebagai judul dari
naskah drama karangan Nasyah Djamin ini menarik diamati karena judul ini dapat
dianalisis sebagai sebuah simbol yang memandakan suatu petanda tertentu.
Karena penulis ingin membuat suatu
makalah yang penelitiannya secara deduktif, maka penulis harus memiliki
hipotesis terlebih dahulu untuk mengartikan “Titik-titik Hitam”. Adapun
hipotesis penulis adalah sebagai berikut:
1. Titik-titik
hitam menandakan suatu dosa atau aib
2. Titik-titik
hitam menandakan suasana yang suram atau hubungan tidak harmonis.
Atas dasar hipotesis inilah penulis akan
mengaji naskah drama Titik-titik hitam. Pengajian pun akan disesuaikan dengan landasan teori, yaitu
petanda tersebut dapat ditelusuri dari tokoh dan latar. Dengan kata lain,
unsur-unsur tersebut harus dapat menunjukkan kepada hal apa penanda yang dalam
hal ini judul dimaksudkan. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan satu
persatu usur tersebut dan membahasnya dengan lebih rinci.
1.
Tokoh
a.
Adang
·
Adang menganggap Ibu berbuat fitnah
ADANG :Cakap ibu sendirilah yang harus di
jaga. Semua ini karena cakap Ibu. Fitnah sana, fitnah sini
IBU :Adang !
ADANG :Bantahlah ibu tidak memfitnah selama
ini! Selamanya mau merasa benar.
IBU :(Dengan suara yang menahan sabar)
Kau seorang yang buta. Betul-betul buta, Adang!
ADANG :Diulangi lagi fitnah itu! Diulangi?
IBU :Aku tidak pernag memfitnah siapapun.
Kaulah yang buta dan tuli. Aku menyatakan kebenaran. Pikirmu tidak hancur
hatiku menyatakan kebenaran yang begitu pahit selama ini padamu, pada Tati?
ADANG :Jangan
ulangi lagi fitnahmu itu, kubilang.
·
Adang terlalu cinta pada istrinya
ADANG :Aku!? (tertawa pahit mengejek lagi)
Aku tidak heran, orang berdosa melemparkan tuduhan kepada orang lain. Memang
pencuri sendirilah yang meneriakkan orang lain jadi pencuri! Bagaimana masuk
akal! Aku!! (dan kemudian ia menyambung dengan bangga) Ibu, tidakkah ibu sadar
juga bagaimana teguhnya cintaku pada Tati? Betapa besarnya cinta Tati padaku?!
Cobalah katakan, apa yang tidak aku lakukan buat Tati. Demi Tuhan, bila nyawaku
ini bisa kuberikan pada Tati, bila bisa kurenggutkan dia dari maut! (sebagai
putus asa suaranya yang akhir ini)
·
Adang terlalu memaksakan kehendak
ADANG :Ia
mesti sembuh. Mesti. Pak Gun Dokter, seorang Dokter!
·
Adang selalu meninggalkan Tati
IBU :Tapi belum pernah sekalipun saya
ketahui mereka bertengkar. Tati selalu gembira hidupnya di samping Adang. Hanya
yang kurang pada Adang, ialah dia selalu meninggalkan Tati sendiri di rumah.
Sudah berkali-kali Adang beritahu jangan bersikap begitu. Terlalu sering dia
dinas keluar kota, terlalu sering.
Dr.
GUN :Sudah lazim laki-laki harus dinas
keluar kota untuk melakukan tugasnya. Saya sendiri kadang-kadang tidak banyak
waktu terluang berkumpul dengan keluarga.
IBU :Soal pak Dokter lain. Tapi Tati kadang-kadang
ditinggalkan Adang, berhari-hari, malah berminggu-minggu lamanya. Seorang istri
tidak bisa sering-sering ditinggal begitu.
Kesimpulan:
Dari
penggambaran di atas, jelas bahwa tokoh Adang memunyai beberapa kesalahan.
Yaitu:
1.
Adang tidak percaya pada ucapan Ibu dan
menganggap Ibu hanya memfitnah karena tidak suka pada hubungan mereka;
2.
Adang terlalu mencintai Haryati, bahkan
cinta buta;
3.
Adang terlalu memaksakan kehendak; dan
4.
Adang sering pergi meninggalkan rumah
dan meninggalkan istri di rumah.
Dengan bukti di atas, maka tokoh Adang
mempunyai dosa atau aib. Maka hipotesis 1 terbukti.
b.
Hartati
·
Tati tidak ingin hidup lagi
IBU :Tak perlu sumpahmu itu. Hanya
akan menambah berat penderitaannya saja!
ADANG :Apa maksud Ibu.
IBU :Tati toh tidak menghendaki hidup
ini lagi.
...........................
Dr.
GUN :Maaf Bu. Bukan maksud saya mencampuri
hal rumah tangga orang lain. Tapi ini mengenai pasien saya: Tati. Saya
terpikir-pikir, kenapa ia begitu bersikeras tidak mau membantu saya. Habis
upaya saya. Sudah saya coba berkata padanya:”Tati, hiduplah. Beri isi
kandunganmu itu hidup!” Tapi ia tetap berkata:”Terima kasih Pak Gun, jangan
bersusah payah” Dia melengoskan kepalanya ke dinding, matanya dikatupkannya
dengan pilu. Tidak mau peduli lagi ia pada apapun. Apa yang dapat saya buat
lagi? Nampaknya ia terlalu malangm terlalu celaka. Sudahlah Bu, maafkan
kelancangan saya yang terlanjur tadi.
...............................
Dr.
GUN :Ada yang putus dalam diri Tati
sekarang ini. Seperti rantai kehilangan matanya. Dia tidak mau menyambungnya
kembali. Itulah sulitnya. Sebagai ia sudah berserah diri, hanya menanti…
(kemudian ia cepat menyambung, demi matanya beradu dengan mata ibu) Kita
nantikan si Ayu, si Ayulah yang dinantikan oleh Tati. (dan sambil hendak
membuka pintu kamar Hartati) Suruhlah dia masuk ke dalam kalau datang.
......................
IBU :Tak
ada yang bisa menolong, dia sudah memilih. Sejak ia jatuh sakit malam-malam
hujan lebat itu, pergi mencari kau, mencari Trisno, ia sudah memilih. Kau mengerti
apa maksudku? (Dan demi melihat Rahayu tidak menjawab, ia mengulangi) Kau
mengerti maksudku, Ayu? (Barulah Rahayumengangguk dan Ibu menyambung lagi).
Memang begitu akhirnya, salah satu harus binasa. (Kemudian) Mana dia?
·
Haryati segan bertemu Adang dan malah
terus mengharap kedatangan Rahayu
ADANG :Kenapa si Ayu!? Kenapa Tati segan
melihat aku!
............
ADANG :Ayu,
kenapa si Rahayu yang selalu ditanyakannya! Tidak bisakah cintaku menolong
Tati? (dan karena Ibu bisu saja, ia jadi penasaran, dan suaranya sebagai
berteriak) Ibu! Kenapa si Ayu? Kenapa?
IBU :Si Ayu adiknya!
ADANG :Tapi
itu mustahil. Ku suaminya, aku lebih rapat dengan dia.
IBU :(lama melihat Adang dengan rasa
kasihan dan termangu. Kemudian ia mendekati Adang dan meletakkan tangannya ke
bahu Adang, katanya lembut) Adang, sabarkanlah hatimu. Kita berdua bernasib
sama. Aku, ibunya sendiri juga segan dia menerima.
·
Hartati tidak mengabari Adang dan Ibu
tentang kehamilannya
Dr.
GUN :(Setelah diam sebentar) Ibu, pernah
Tati berkata apa-apa pada ibu?
IBU :Tentang apa Pak Gun.
Dr.
GUN :Ya… Atau apa Adang sendiri? (Kemudian
ia cepat menambah dengan) sudah lima tahun Tati dan Adang kawin, tidak Bu? (Ibu
mengangguk tak mengerti dan Dr. Gun memandang Ibu tenang-tenang) Jadi, dia
tidak pernah berkata apa-apa?
IBU :Bilanglah apa yang Pak Dokter
katakana.
Dr.
GUN :(Setelah diam sebentar) Hartati dalam
mengandung satu bulan.
IBU :Dia tak pernah mengatakannya. Kenapa
sekarang baru Pak Gun katakana.
Dr.
GUN :Saya sangka Ibu atau Adang sudah tahu.
IBU :Kami belum tahu menahu. Kenapa dia
tidak berkata.
·
Hartati yang berwatak keras hati berebut
seorang pria (kemungkinan Trisno) dengan Rahayu
RAHAYU :Pak
Gun tidak tahu apa yang terjadi antara saya dan Tati.
Dr.
GUN :Yang sudah-sudah jangan dipikir lagi.
RAHAYU :Aku
bisa melupakannya. Tapi Tati! Pak Gun, hatinya penuh benci padaku. Tidak bisa
ia memaafkan aku. (Setelah diam ia menyambung lagi) Kami bertengkar, Pak Gun.
Itulah maka aku pergi dari rumah ini. Begitu kasar ia menghina aku, hatiku
penuh benci meluap-luap dan ia kutempeleng. Rumah ini seperti neraka bagiku,
karena dia. Dia yang berwatak kera hati, pantang mundur. Dia tidak mau kalah,
aku yang harus selalu kalah.
Dr.
GUN :Perkelahian begitu tidak akan
menerbitkan dendam yang sebesar kau sangka Ayu.
RAHAYU :Ini
bukan perkelahian kecil. Pak Gun. Tati dank u berkelahi karena memperebutkan
seseorang (memandang Dr. Gun) Tak usahlah aku menyebut-nyebutnama. Selalu aku
yang harus kalah oleh Tati. Dan perkatannya, begitu menusuk hatiku (tertawa
pahit). Ayu, Ayu katanya. Cobalah rebut dia, kau toh sudah berpengalaman dua
tahun yang lalu dengan kejalanganmu! Pak Gun, aku toh jalang, seorang jalang,
tidak?
Dr.
GUN
:Ayu! Jangan ucapkan kata itu lagi.
RAHAYU :Maafkan
Pak Gun. (Kemudian menyambung) Tati tidak mau melepakannya. O, bila tidak
kukuasai diriku waktu itu, bisa aku membunuhnya. (diam pula sejenak, dan
kemudian dengan menggeleng ia berkata) Kini ia jatuh dan patah. Aku yang
mematahkannya! Benci aku pada diriku, aku muak dengan kemenanganku. Pak Gun,
bisa aku memberikan padanya kemauan untuk hidup itu lagi? Sesudah ia
kupatahkan?
Kesimpulan:
Dari
penggambaran di atas, jelas bahwa tokoh Hartati memunyai beberapa kesalahan.
Yaitu:
1.
Tati tidak ingin hidup lagi;
2. Haryati
segan bertemu Adang (suaminya) dan malah terus mengharap kedatangan Rahayu;
3.
Hartati tidak mengabari Adang dan Ibu
tentang kehamilannya; dan
4.
Hartati yang berwatak keras hati berebut
seorang pria (kemungkinan Trisno) dengan Rahayu. Padahal Hartati sudah bersuami.
Dengan
bukti di atas, maka tokoh Hartati mempunyai dosa atau aib. Maka hipotesis 1
terbukti.
c.
Trisno
·
Trisno melukis wajah Hartati
IBU :Itu potret Tati. Trisno yang
melukisnya. Persisi ya, pak Dokter?
Dr.
GUN :Ya, seperti Tati sendiri.
IBU :Cuma di lukisan itu rambutnya
tidak digelung. Ia lebih manis bila bersanggul. Rambutnya begitu hitam,
panjang, lemas dan subut. Ya, tak tahulah kesukaan orang sekarang. Lucu rambut
model buntut kuda itu. Ada-ada saja selera orang sekarang (Ibu tertawa, juga
Dr. Gun ikut tertawa).
Dr.
GUN :Sayang, tidak selesai lukisan itu.
Kapan ia di lukis Trisno?
IBU :Itu
sebulan yang lalu dimulainya. Dia melukis kapan hatinya tergerak saja. Lagipun
ia tak disini lagi tinggal.
·
Trisno pergi sehari setelah Ayu pergi
dari rumah
IBU :Saya sendiri kurang tahu pak Gun.
Pergi pindah dari rumah ini, juga tidak meminta diri pada saya. Saya hanya
dapat beritanya saja. Katanya ia mencari pondokan lain yang dekat dengan kantor
pekerjaannya. Itu sepuluh hari yang lalu. Ada sekali saya menemuinya ke tempat
barunya itu, tapi ia tak di rumah. (Sesudah diam sejurus) Sehari sesudah Ayu
pergi, Trisno juga pindah dari sini.
Dr.
GUN :Mereka akan kawin?
IBU :Ayu dan Trisno? Dari siapa Pak Gun
Dapat kabar?
Dr.
GUN :Adang pernahmengatakan.
·
Trisno pergi ke gunung bersama Rahayu
IBU :Kemana saja kalian berdua selama ini.
RAHAYU
:Ke gunung.
IBU :Ke gunung. Berdua-duaan saja.
Seperti laki istri. Pantas perbuatanmu itu!
RAHAYU
:Dia perlu rawatan, perlu teman.
IBU :Dia bukan muhrimmu, bukan suamimu.
RAHAYU
:Ibu, Dia perlu hawa segar di gunung.
IBU :Buat apa kau ikut dengan dia. Dia
bisa pergi sendiri. Dia bukan adikmu, bukan kakakmu, bukan saudaramu…!
Kesimpulan:
Penggambaran
di atas, menunjukkan tokoh Trisno memunyai beberapa kesalahan. Yaitu:
1.
Trisno menlukis wajah Hartati yang
secara tidak langsung menunjukkan adanya hubungan antara mereka. Padahal
Hartati merupakan istri kakak kandungnya sendiri;
2.
Trisno pergi sehari setelah Rahayu
pergi. Ini menunjukkan bahwa Trisno juga mencintai Rahayu adik kandung Hartati;
dan
3.
Trisno pergi ke gunung berdua saja
dengan Rahayu. Padahal Trisno bukan mahram Rahayu.
Dengan
bukti di atas, maka tokoh Trisno mempunyai dosa atau aib. Maka hipotesis 1
terbukti.
d.
Rahayu
·
Rahayu pergi dari rumah
IBU :Saya sendiri kurang tahu pak Gun. Pergi
pindah dari rumah ini, juga tidak meminta diri pada saya. Saya hanya dapat
beritanya saja. Katanya ia mencari pondokan lain yang dekat dengan kantor
pekerjaannya. Itu sepuluh hari yang lalu. Ada sekali saya menemuinya ke tempat
barunya itu, tapi ia tak di rumah. (Sesudah diam sejurus) Sehari sesudah Ayu
pergi, Trisno juga pindah dari sini.
·
Rahayu merasa sudah dewasa dan sering
berbuat sesuka hatinya
IBU :Tak tahulah saya. Anak-anak sekarang berbuat
sesuka hatinya saja. Orang tua sudah tidak diajak berunding lagi. Tak ada yang
disegani dan dihormati lagi. Saya tak mengerti. (tertawa pahit) Mungkin sayalah
yang sudah terlalu kolot, tidak bisa mengerti jiwa dan kemauan anak-anak
sekarang. Di rumah ini Ayu tidak kurang apa-apa. Saya tidak melarang dia dalam
pergaulannya sehri-hari, saya tidak mencampuri hidupnya. Tapi ia penuh dengan
pikiran-pikiran merdeka, tidak mau diikat dan ditentukan orang lain. Pak Gun,
hati saya ini hancur sudah memikirkan Ayu. Hancur karena saya tidak bisa
berbuat apa-apa. Sudah terlepas sama sekali ia dari saya. Ia terlalu keras
kepala, keras hati. O, bila terjadi lagi
seperti dua tahun yang lalu….
...............
RAHAYU :(Suara
menantang) Bapak Gun masih memandang aku seperti anak-anak. Tidak, Pak Dokter.
Aku bukan Ayu 10 tahun yang lalu, yang menangis bila melihat jarum suntik
Dokter. Aku sudah dewasa. Pak Gun lupa itu!
Dr.
GUN :(tersenyum) Berapa umurmu sekarang
Ayu?
RAHAYU :Aku?
Dua puluh dua!
RAHAYU :(Merasa
dianak kecilkan) Pak Gun! (berdiri geram menghentak lantai dengan kakinya). Aku
bukan anak-anak lagi! Aku kecewa melihat Pak Gun, kecewa. Pak Dokter masih
memandang perempuan seperti makhluk yang harus dilindungi seperti anak kecil!
Bah, aku sanggup berdiri sendiri, aku tahu apa yang kulakukan. Dengan
kesadaran! Mau Pak Dokter, aku jangan tinggalkan pelukan orang tua. Jadi anak
manis di rumah, tidak perlu payah-payah, semua akan diatur oleh orang tua!
Begitu? Ya, akulah contoh anak yang tidak membalas guna pada orang tua, tidak?
(tertawa sinis)
·
Rahayu tidak suka dinasehati
Dr.
GUN :Bila kau sayang pada ibumu,
hormatilah dia. Sudah terlalu makan hati ia karenakelakuan-kelakuanmu. Sudah
terlalu hancur dia melihat nasibmu yang malang, melihat keadaan yang menimpa
Hartati.
RAHAYU :Pak
Dokter. Simpanlah nasihat-nasihat bapak itu, aku tak perlu. Dan kalau ada maksud Bapak mau mengatakan
sesuatu, katakanlah terus terang, tak usah berputar-putar. (tertawa pahit
sambil berkata lagi) Jadi toh Pak Gun menganggap akulah yang membawa bencana di
rumah ini. Karena kepindahanku, Tati binasa, hati Ibu hancur? Semua karena aku.
Tidak begitu, tidak?
.......................
RAHAYU :(tertawa
mengejek) Perlukah Dokter berkuliah tentang kemerdekaan padaku? Aku tahu dengan
sadar, apa yang kukehendaki, aku sadar apa yang kulakukan, aku sadar apa yang
kupilih.
·
Rahayu pernah menggugurkan kandungannya
RAHAYU :Ya,
Aku bukan gadis lagi. Supaya Dokter jangan lupa. (demi melihat muka Dokter Gun
yang kurang merasa enak itu, ia meneruskan) Alla! Lihatlah! Takutnya lagi Dr.
Gun pada perbuatannya sendiri.
Dr.
GUN :Kuharap kau menutup mulutmu itu Ayu!
RAHAYU :(makin
naik perangsangnya) aku harus berterima kasih, berterima kasih, pada Dokter
Gun. Bencana itu telah Dokter hindarkan dari badanku ini. (sambil menepuk
perutnya) Dua tahun yang lalu itu, tidak? Aku datang pada Dokter Gun dengan air
mata bercucuran, minta bibit yang mulai hidup di perutku ini, digugurkan!
Tidak?
Dr.
GUN :Tidak mau diam kau, Ayu!
RAHAYU :(sebagai
orang kemasukan) Dan bibit nyawa itu Dokter gugurkan dengan rahasia. Rahasia
antara kita berdua saja! O, aku masih budak
kecil, waktu itu, masih hijau.
·
Rahayu melakukan perzinahan dengan sadar
Dr.
GUN :Ya. Kesadaran! (tertawa mengejek)
Dengan kesadaran kau lakukan dosamu dengan laki-laki waktu itu?
RAHAYU :Ya.
Dengan sadar!
Dr.
GUN :Begitu? Dan setelah kau
ditinggalkannya, kau datang padaku, minta aku jadi sekutumu, membunuh nyawa di
kandunganmu?
RAHAYU :Dokter,
dosa pembunuhan itu dosa kita berdua. Tidak kau tahu itu? (tertawa)
·
Rahayu mencintai dunia dan diri sendiri
Dr.
GUN :(lebih menghina) Orang seperti kau
ini? Yang begitu cinta pada dunia, yang begitu cinta pada diri sendiri? Hah,
kau hanya bisa berkata, bahwa kau berbuat dengan sadar, memilih dengan sadar,
tapi tidak berani memikul akibat perbuatanmu yang merdeka itu.
·
Rahayu dan Hartati pernah bertengkar
memperebutkan untuk memperebutkan seseorang (mungkin Trisno)
RAHAYU :Pak
Gun tidak tahu apa yang terjadi antara saya dan Tati.
Dr.
GUN :Yang sudah-sudah jangan dipikir lagi.
RAHAYU :Aku
bisa melupakannya. Tapi Tati! Pak Gun, hatinya penuh benci padaku. Tidak bisa
ia memaafkan aku. (Setelah diam ia menyambung lagi) Kami bertengkar, Pak Gun.
Itulah maka aku pergi dari rumah ini. Begitu kasar ia menghina aku, hatiku
penuh benci meluap-luap dan ia kutempeleng. Rumah ini seperti neraka bagiku,
karena dia. Dia yang berwatak kera hati, pantang mundur. Dia tidak mau kalah,
aku yang harus selalu kalah.
Dr.
GUN :Perkelahian begitu tidak akan
menerbitkan dendam yang sebesar kau sangka Ayu.
RAHAYU :Ini
bukan perkelahian kecil. Pak Gun. Tati dank u berkelahi karena memperebutkan
seseorang (memandang Dr. Gun) Tak usahlah aku menyebut-nyebutnama. Selalu aku
yang harus kalah oleh Tati. Dan perkatannya, begitu menusuk hatiku (tertawa
pahit). Ayu, Ayu katanya. Cobalah rebut dia, kau toh sudah berpengalaman dua
tahun yang lalu dengan kejalanganmu! Pak Gun, aku toh jalang, seorang jalang,
tidak?
·
Rahayu yang membuat Haryati sakit
RAHAYU :Maafkan Pak Gun. (Kemudian
menyambung) Tati tidak mau melepakannya. O, bila tidak kukuasai diriku waktu
itu, bisa aku membunuhnya. (diam pula sejenak, dan kemudian dengan menggeleng
ia berkata) Kini ia jatuh dan patah. Aku yang mematahkannya! Benci aku pada
diriku, aku muak dengan kemenanganku. Pak Gun, bisa aku memberikan padanya kemauan
untuk hidup itu lagi? Sesudah ia kupatahkan?
·
Rahayu pergi ke gunung berdua bersama
Trisno
IBU :Kemana saja kalian berdua selama
ini.
RAHAYU :Ke
gunung.
IBU :Ke gunung. Berdua-duaan saja.
Seperti laki istri. Pantas perbuatanmu itu!
RAHAYU :Dia
perlu rawatan, perlu teman.
IBU :Dia bukan muhrimmu, bukan suamimu.
RAHAYU :Ibu,
Dia perlu hawa segar di gunung.
·
Rahayu telah menyakiti hati Ibu
RAHAYU :Sudahlah
Ibu. Aku tidak mau menyakiti hati Ibu.
IBU :Kau sudah menyakiti hatiku. Sudah
hancur hati ini.
Kesimpulan:
Penggambaran
di atas, menunjukkan tokoh Rahayu memunyai beberapa kesalahan. Yaitu:
1.
Rahayu pergi dari rumah;
2.
Rahayu merasa sudah dewasa hingga tidak
mau diatur-atur, menolak nasehat orang lain, selalu berbuat sesuka hatinya;
3.
Rahayu melakukan perzinahan dengan
sadar;
4.
Rahayu pernah menggugurkan kandungannya;
5.
Rahayu bertengkar dengan Haryati untuk
memperebutkan seseorang yang kemungkinan adalah Trisno; dan
6.
Rahayu membuat Ibu sakit hati.
Dengan
bukti di atas, maka tokoh Rahayu mempunyai dosa atau aib. Maka hipotesis 1
terbukti.
e.
Ibu
·
Ibu kurang suka pada perkawinan Adang
dan Hartati
ADANG :(menepis
udara dengan tangannya, menunjukkan kesalnya) Tak usahlah Ibu cakap-cakap
tentang derita. Yang ibu kehendaki kehancuran hidupku. Kehancuran Tati. Tidak?
Itulah yang ingin ibu lihat. Lihatlah, lihat puas-puas hidup kami yang sudah
jadi puing ini. (Ibu sebagai orang kena pukul oleh kata-kata Adang yang tidak
memberinya kesempatan membuka mulut) Begitu besar cintanya Ibu pada anak? Dari
dulu Ibulah yang kurang suka pada perkawinan kami. Tapi cinta Tati dan aku
lebih besar dan lebih kuat. Itu yang mau Ibu hancurkan. Bila Ibu memang benci
pada diriku, kenapa tidak aku sendiri
yang diracun? Sekali inilah baru aku melihat seorang ibu yang sampai hati
menghancurkan hidup anaknya sendiri. Dan masih bisa berkata ia cinta pada
anaknya. Masih bisa berkata, deritanya sudah sampai kepuncaknya! (lalu geramnya
bertambah nyala melihat Ibu yang diam menunduk sebagai tak mendengarkan itu)
Puas? Puas Ibu sekarang sudah! (suaranya begitu leking)
Kesimpulan:
Penggambaran
di atas, menunjukkan tokoh Ibu memunyai satu kesalahan. Yaitu tidak terlalu
suka pada pernikahan Adang dan Hatati.
Bukti
tersebut menunjukkan tokoh Ibu mempunyai kesalahan. Maka hipotesis 1 terbukti.
f.
dr.Gun
·
dr. Gun melakukan tindak aborsi terhadap
kehamilan Rahayu
RAHAYU :Ya,
Aku bukan gadis lagi. Supaya Dokter jangan lupa. (demi melihat muka Dokter Gun
yang kurang merasa enak itu, ia meneruskan) Alla! Lihatlah! Takutnya lagi Dr.
Gun pada perbuatannya sendiri.
Dr.
GUN :Kuharap kau menutup mulutmu itu Ayu!
RAHAYU :(makin
naik perangsangnya) aku harus berterima kasih, berterima kasih, pada Dokter
Gun. Bencana itu telah Dokter hindarkan dari badanku ini. (sambil menepuk
perutnya) Dua tahun yang lalu itu, tidak? Aku datang pada Dokter Gun dengan air
mata bercucuran, minta bibit yang mulai hidup di perutku ini, digugurkan!
Tidak?
Dr.
GUN :Tidak mau diam kau, Ayu!
RAHAYU :(sebagai
orang kemasukan) Dan bibit nyawa itu Dokter gugurkan dengan rahasia. Rahasia
antara kita berdua saja! O, aku masih budak
kecil, waktu itu, masih hijau.
Kesimpulan:
Penggambaran
di atas, menunjukkan tokoh dr. Gun memunyai satu kesalahan. Yaitu melakukan
tindak aborsi atas kandungan Rahayu.
Bukti
tersebut membuktikan tokoh dr. Gun
memiliki aib atau dosa. Maka hipotesis 1 terbukti.
2.
Latar
a.
Latar Waktu
Latar
waktu pada drama Titik-titik Hitam karya Nasyah Djamin ini adalah malam hari
Ketika itu malam baru tiba, di luar
hujan turun. Ruangan terbenam dalam suasana suram. Di sebuah dipan duduklah ibu
diam tunduk sebagai orang bersemadi. Suara langkah Adang yang mondar mandir itu
terasa kosong lengang. Ia gelisah. Seketika Adang terhenti di depan pintu kamar
Hartati yang tertutup rapat, ada tergerak ia hendak membuka, tapi demi ia sadar
dan berpaling, matanya beradu dengan mata ibu yang kini memperhatikannya. Pintu
tak jadi dibukanya, Ia mondar mandir lagi. Cekung kurus dan letih ia kelihatan
dengan jambangnya, kumis dan janggut yang tak cukur beberapa hari itu, dan Ibu
yang tidak tahan mendengar suara langkahnya itu menegur.
b.
Latar Tempat
Latar
tempat pada drama Titik-titik Hitam karya Nasyah Djamin adalah di ruang depan
rumah Adang. Rumah yang sepi dan suram.
Peristiwa terjadi di ruang depan
rumah Adang. Dan sasaran penempatannya menunjukkan si penghuni memahami selera
moderen, sederhana dan bersih. Di dinding bergantungan lukisan-lukisan. Di
sebuah sudut kamar, terpampang sebuah potret lukisan Hartati di atas standar.
Lukisan ini baru selesai muka dan lehernya, bagian lainnya baru merupakan sket
saja.
..................
Dr. GUN : O, bukan itu. Tapi saya merasa begitu sunyi di
rumah ini. Sedang di lukisan itergambar wajah Tati yang begitu bahagia, begitu
gembira. Seolah-olah terdengar oleh saya gelak dan tertawanya yang cemerlang.
(ia tiba-tiba tertegun melihat Ibu agak suram).
IBU : Apa yang Pak Dokter katakan itu benar. Rumah
ini sepi dan suram.
Kesimpulan:
Penggambaran
diatas menunjukkan bahwa cerita terjadi dalam suasana malam yang identik dengan
kegelapan dengan latar tempat yang suram. Apabila paduan latar waktu dan tempat
ini dikaitkan dengan situasi percakapan tiap tokoh yang penuh dengan konflik
dan ketidakharmonisan, maka hipotesis 2 terbukti.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Untuk mengaji suatu karya sastra
diperlukan kesesuaian karya sastra yang dikaji dengan pendekatan yang dipakai
untuk mengajinya. Dalam makalah ini, penulis merasa tertarik terhadap suatu
naskah drama yang berjudul Titik-titik
Hitam karya Nasyah Djamin. Yang menarik pada naskah drama ini adalah
judulnya yang penulis duga mengandung arti tertentu.
Dengan anggapan tersebut, penulis
mencoba menganalisis dan mengaji naskah drama tersebut dengan pendekatan
semiotik. Yaitu pendekatan yang menekankan sesuatu sebagai tanda bagi sesuatu
yang lain. Sesuatu yang penulis rasa merupakan penanda bagi petanda yang lain
pada naskah ini terletak pada judulnya yaitu “Titik-titik Hitam”. Penulis
merasa “Titik-titik Hitam” ini menandakan sesuatu yang lain yang jawabanya
dapat ditelusuri dengan menganalisis naskah ini secara saksama.
Setelah mencoba membaca naskah drama
tersebut, penulis dapat merumuskan dua buah hipotesis yang harus dibuktikan.
Hipotesis tersebut adalah (1) Titik-titik hitam menandakan suatu dosa atau aib;
dan (2) Titik-titik hitam menandakan suasana yang suram atau hubungan tidak
harmonis.
Setelah penulis menganalisis, akhirnya
penulis menemukan jawaban bahwa hipotesis yang penulis rumuskan ternyata
terbukti. Hingga penulis sampai pada kesimpulan judul “Titik-titik Hitam”
merupakan suatu penanda bagi dosa atau aib dan suasana yang suram atau hubungan
yang tidak harmonis dalam drama tersebut.
B.
Saran
Saat melakukan pengajian
terhadap naskah drama “Titik-titik Hitam”, penulis merasa kesulitan untuk
memetakan konsep kajian yang akan penulis tuangkan dalam bentuk tulisan. Hal
ini dikarenakan terbatasnya kemahiran dan pengalaman penulis dalam mengaji suatu karya sastra
terlebih drama. Oleh karena itu, penulis menyarankan pada para pembaca makalah
sederhana ini untuk terus memperdalam ilmu kajian dan terus membiasakan diri
mengaji karya sastra agar tercipta suatu kajian karya sastra yang baik dan
berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Djamin, Nasyah. 2007. TITIK-TITIK
HITAM.
Yogyakarta: Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta.
Maryani, Sri. 2010. “Kajian
Drama Kejahatan Membalas Dendam Karya Idrus” ruangpendidikan.wordpress.com. [3
Maret 2010].
Febriyanto, Faisal dkk. 2012. KAJIAN SEMIOTIK GAGASAN HUMANISME DALAM NOVEL NOVUS ORDO
SECLORUM KARYA ZAINUR
RIDWAN. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar