Serba-serbi Pembelajaran Kontekstual
*disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Belajar dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang diberikan DR. H. E. Kosasih, M.Pd. oleh Adam Rahmat Fauzan (0900816); Cindy Tri Ardiyani (1100298); Faisal Abdul Rauf (1104903); Fitri Andiani (1103632); Riska Yulia Arifin (1104678).
[Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia]
[Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia]
A.
Pengertian
Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Pembelajaran
Kontekstual (CTL) adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari
bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama
lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan
bagian-bagiannya secara terpisah. Seperti halnya biola, cello, klarinet, dan
alat musik lain di dalam sebuah orchestra yang menghasilkan musik, demikian
juga bagian-bagian CTL yang terpisah melibatkan proses-proses yang berbeda,
yang ketika digunakan bersama-sama, memampukan para siswa membuat hubungan yang
menghasilkan makna. Setiap bagian CTL yang berbeda-beda ini memberikan
sumbangan dalam menolong siswa memahami tugas sekolah. Secara bersama-sama,
mereka membentuk suatu system yang memungkinkan para siswa melihat makna di
dalamnya, dan mengingat materi akademik. (Elain B. Johnson,2010:65)
1. Pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan proses
mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan dalam kehidupannya
sebagai anggota masyarakat. (Nurhadi, 2004:13)
2. Pendekatan
kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”. Pada dasarnya pembelajaran
kontekstual guru di dalam menyampaikan konsep pembelajaran berusaha memberikan
sesuatu yang nyata bukan sesuatu yang abstrak sesuai dengan lingkungan sekitar
anak, sehingga pengetahuan yang diperoleh anak dengan pembelajaran di kelas
merupakan pengetahuan yang dimiliki dan dibangun sendiri, ada keterkaitan
dengan penerapan kehidupan sehari-hari yang bisa dijadikan bekal untuk
memecahkan masalah-masalah kehidupan berdasarkan pengetahuan yang telah
dibangun dan dimilikinya. (Sanjaya, 2005:109)
3. Definisi
Pembelajaran Kontekstual selanjutnya berasal dari US Department of Education sebagai salah satu penyelenggara
pendidikan kontekstual ini. Menurut US
Department of Education Office of Vocational and Adult Education and the
National School to Work Office, CTL adalah suatu konsep mengajar dan
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi
dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membentuk hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha mengkontruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan baru ketika belajar.
4. Akhmad
Sudrajat, mendefinisikan CTL sebagai berikut:
Contextual
Teaching and Learning (CTL)
merupakan suatu proses yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi
tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial,
dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke
permasalahan/konteks lainnya.
5.
Departemen Pendidikan Nasional
mendefinisikan Contextual Teaching and
Learning (CTL) sebagai berikut:
CTL adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan perncanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dari beberapa definisi yang telah
dikemukakan kami dapat menyimpulkan beberapa kata kunci untuk mendapatkan
definisi yang lebih sederhana. Kata kunci tersebut adalah konsep,
menghubungkan, dan pengalaman hidup. Dari kata kunci tersebut kami dapat
mendefinisikan pembelajaran kontekstual sebagai suatu konsep pembelajaran yang
menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman hidup peserta didik.
B.
Karakteristik
CTL
Dalam bagian berikut akan dijelaskan
beberapa karakteristik pembelajaran kontekstual yang dikemukakan beberapa ahli.
Menurut Rusman (2009:248), proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus
mempertimbangkan karakteristik-karakteristik : (1) kerja sama, (2) saling
menunjang, (3) menyenangkan dan tidak membosankan, (4) belajar dengan
bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7)
siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru kreatif, (10)
dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, (11) laporan
kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan
praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.
Kurikulum dan pengajaran yang
didasarkan pada strategi pembelajaran konstekstual harus disusun untuk
mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan,
Kerjasama, dan Mentransfer.
1.
Mengaitkan: Belajar dalam konteks
pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia ia
mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan
demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman
hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka
lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu
mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian
berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.
2. Mengalami:
Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar
kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan
pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat
ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan
bentuk-bentuk penelitian aktif.
3. Menerapkan:
Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri
siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah.
Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan
relevan.
4. Kerjasama:
Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain
adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja
secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya,
siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek
dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa
mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang
dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik,
dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai
di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa
mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
5. Mentrasfer:
Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan
membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat
bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
C.
Strategi
Penerapan CTL dalam Proses Pembelajaran
Degeng
(1997), mengutarakan bahwa strategi pembelajaran diartikan sebagai cara-cara,
sehinga terwujud suatu urutan langkah prosedural yang dapat dilakukan untuk
mencapai kondisi pembelajaran yang dapat dilakukan untuk mencapai kondisi
pembelajaran dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu strategi pengoperasian
pembelajaran, setrategi penyampaian isi pembelajaran, dan strategi pengelolaan
pembelajaran.
Dalam
penerapan CTL ada sejumlah strategi yang mesti ditempuh yaitu:
·
Pertama, pengajaran
berbasis problem. Dengan memuculkan problem yang dihadapi bersama, peserta
didik ditantang untuk berfikir kritis untuk memecahkannya. Problem seperti ini
membawa makna personal dan sosial bagi peserta didik.
·
Kedua,
menggunakan konteks yang beragam. Makna itu ada di mana-mana dalam konteks
fisikal dan sosial. Guru membermaknakan pusparagam konteks (sekolah,
masyarakat, tempat kerja, dan sebagainya), sehingga makna (pengetahuan) yang
diperoleh peserta didik menjadi semakin berkualitas.
·
Ketiga, mempertimbangkan
keberagaman peserta didik baik perbedaan individual dan sosial. Guru mengayomi
peserta didik dan meyakini bahwa keberagaman dibermaknakan sebagai mesin
penggerak untuk belajar saling menghormati dan membangun toleransi.
·
Keempat, memberdayakan
peserta didik untuk belajar sendiri. Peserta didik dilatih untuk kritis dan
kreatif dalam mencari dan menganalisis informasi dengan sedikit bantuan atau
malah secara mandiri.
·
Kelima, belajar
melalui kolaborasi, Peserta didik dibiasakan saling belajar dari dan dalam
kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan fokus belajar.
·
Keenam, menggunakan
penilaian autentik. Hal ini menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara
terpadu dan kontekstual, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk maju terus
sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
·
Ketujuh, mengejar
standar tinggi. Standar unggul sering dipersepsikan sebagai jaminan, baik
jaminan lulus, jaminan kerja, jaminan kepercayaan diri, jaminan menentukan masa
depan. Hal ini perlu didengungkan kepada peserta didik agar menjadi manusia
yang kompetitif pada abad persaingan dewas ini (Elaine B Johnson : 2002)
CTL
dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Penerapan CTL
dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada aspek membaca, berbicara,
mendengarkan, dan menulis baik dari segi berbahasa maupun bersastra dipaparkan
sebagai berikut:
1.
Penerapan CTL dalam
Pembelajaran Membaca
Membaca
menurut Komaruddin (2005:21) adalah mengeja atau melafalkan apa yang tertulis
atau melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau
hanya dalam hati). Membaca merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang harus
dikuasai oleh siswa. Kegiatan membaca tersusun dari empat komponen, yaitu
strategi, kelancaran, pembaca, dan teks.
Dalam
pembelajaran membaca, guru dapat menciptakan masyarakat belajar di kelas.
Masyarakat belajar berfungsi sebagai wadah bertukar pikiran, bertukar
informasi, tanya jawab tentang berbagai permasalahan belajar yang dihadapi, dan pada akhirnya dicari solusi tentang permasalahan tersebut.
informasi, tanya jawab tentang berbagai permasalahan belajar yang dihadapi, dan pada akhirnya dicari solusi tentang permasalahan tersebut.
Guru
seharusnya menjadi model yang mendemonstrasikan teknik membaca yang baik di
kelas. Guru juga harus memonitor pemahaman siswa. Memonitor pemahaman penting
untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam proses
memonitor ini adalah kemampuan siswa dalam mencapai kompetensi dasar yang telah
ditetapkan guru. Guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa
maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan.
2.
Penerapan CTL dalam
Pembelajaran Berbicara
Berbicara
merupakan salah satu kompetensi dasar yang berusaha mengungkapkan gagasan
melalui bahasa lisan. Berbicara merupakan kegiatan menghubungkan antara semata
dengan kepercayaan diri untuk tampil mengungkapkan gagasan. Suasana kelas
memiliki peran dalam pembelajaran berbicara.
Pembelajaran
di kelas dapat menggunakan teknik belajar dalam konteks interaksi kelompok
(cooperating). Guru membuat suatu kelompok belajara (learning community). Dalam
komunitas tersebut siswa berusaha untuk mengutarakan pikirannya, berdiskusi dengan
teman. Konsep dasar dalam teknik ini adalah menyatukan pengalaman-pengalamn
dari masing-masing individu. Teknik ini memacu siswa untuk berkomentar,
mengungkapkan gagasannya dalam komunitas belajar. Tahap pertama, siswa
diberikan peluang untuk berbicara. Apabila terdapat
kesalahan penggunaan bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya. Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai dengan menumbuhkan kepercayaan diri pada diri siswa.
kesalahan penggunaan bahasa, guru dapat memberikan pembenaran selanjutnya. Menumbuhkan keterampilan berbicara, dimulai dengan menumbuhkan kepercayaan diri pada diri siswa.
Prinsip
CTL memuat konsep kesalingbergantungan para pendidik, siswa, masyarakat, dan
lingkungan. Prinsip tersebut memacu siswa untuk turut mengutarakan pendapat
dalam memecahkan masalah. Prinsip diferensiasi dalam CTL membebaskan siswa
untuk menjelajahi bakat pribadi, membebaskan siswa untuk belajar dengan cara
mereka sendiri. CTL merupakan salah satu alternatif pembelajaran inovatif,
kreatif, dan efektif.
Keterampilan
berbicara menggunakan bentuk penilaian berupa unjuk kerja. Siswa diberikan
instrumen yang dapat membuatnya berbicara atau berkomentar. Berpidato, menceritakan
kembali, berkomentar, bertanya merupakan salah satu kegiatan dalam berbicara.
Penilaian yang dilakukan guru harus sesuai dengan fakta di kelas. Siswa yang
pandai berbicara layak mendapatkan nilai tinggi dalam kompetensi berbicara
dibandingkan siswa yang frekuensi berbicaranya rendah.
3.
Penerapan CTL dalam
Pembelajaran Mendengarkan
Mendengarkan
adalah proses menangkap pesan atau gagasan yang disampaikan melalui ujaran.
Keterampilan mendengarkan membutuhkan daya konsentrasi lebih tinggi dibanding
membaca, berbicara, dan menulis. Ciri-ciri mendengarkan adalah aktif reseptif,
konsentratif, kreatif, dan kritis. Pembelajaran mendengarkan dalam CTL
mengharuskan guru untuk membiasakan siswanya untuk mendengarkan. Mendengarkan
dapat melalui tuturan langsung maupun rekaman. Kemudian siswa diberikan
instrumen untuk menjawab beberapa pertanyaan.
Teknik-teknik
penilaian yang digunakan untuk mengetahui perkembangan siswa pada keterampilan
mendengarkan dapat menggunakan teknik observasi. Observasi dilakukan guru dengan
melihat dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan menyimak siswa.
Proses perekaman dapat dilakukan guru menggunakan buku atau lembar observasi
untuk siswa. Rekaman observasi ini berisi perilaku siswa saat pembelajaran
menyimak berlangsung dan pembelajaran keterampilan yang lain.
Teknik
kedua adalah dengan portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa dalam satu
periode waktu tertentu, misalnya satu semester yang menggambarkan perkembangan
siswa dalam keterampilan menyimak. Data yang didapat dari portofolio digunakan
untuk mengetahui perkembangan belajar menyimak siswa.
Teknik
ketiga adalah jurnal dalam mendengarkan. Jurnal digunakan untuk merekam atau
meringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan topik-topik kunci yang dipahami,
perasaan siswa terhadap pembelajaran menyimak, kesulitan yang dialami atau
keberhasilan siswa dalam mencapai kompetensi yang dipelajari. Jurnal dapat
berupa diary, atau catatan siswa yang lain.
4. Penerapan
CTL dalam Pembelajaran Menulis
Menulis
merupakan penyampaian gagasan dalam bentuk bahasa tulis. Salah satu
keterampilan pembelajaran menulis adalah pembelajaran menulis kreatif.
Keterampilan
menulis kreatif bukan hanya berpusat pada guru sebagai informan melainkan siswa
sendiri yang harus berperan aktif dalam pembelajaran. Guru hanya memberikan
instruksi kepada siswa untuk membuat karangan kreatif tanpa ada penguatan
sebelumnya.
Salah
satu tujuan pembelajaran kontekstual adalah mempertemukan konsep-konsep yang
dipelajari di dalam ruang kelas dengan kenyataan aktual yang dapat dipahami
dengan konsep-konsep teoretis itu dalam kenyataan lingkungan terdekatnya. Guru
seharusnya dapat memberikan ruang bebas untuk siswa agar dapat mengungkapkan
gagasannya, tanpa perlu dibatasi. Komponen CTL berwujud refleksi adalah
berusaha untuk menghubungkan apa yang telah dipelajari dengan realitas
sehari-hari siswa. Instrumen yang diberikan guru dapat berupa pemberian tugas
menuliskan kegiatan sehari-hari dalam sebuah diary yang pada nantinya dapat
dijadikan sebuah dokumen portofolio. Isi diary adalah tentang apa yang
dipelajari hari itu, permasalahan apa yang dihadapi, serta proses pencarian
jawaban tentang permasalahan tersebut. Setelah siswa menulis diary dalam
periode tertentu, guru dapat melakukan penilaian tentang tulisan siswa tersebut
dan pada akhirnya ditentukan keputusan siswa tersebut telah dapat memenuhi
kompetensi atau belum.
Seorang
guru yang memiliki kompetensi memadai seharusnya dapat melakukan penilaian
secara autentik tentang kegiatan menulis siswanya. Penilaian yang sebenarnya
adalah penilaian berbasis siswa. Penilaian guru tentang kegiatan menulis siswa
harus sesuai dengan kompetensi siswa yang sesungguhnya. Guru harus membuat
rubrik penilaian yang dapat mencakup semua aspek yang akan dinilai. Sebelum
membuat rubrik, guru harus dapat membuat instrumen yang mudah dimengerti oleh
siswa, dan instrumen yang dapat membuat siswa berpikir kritis dan kreatif.
Instrumen menulis yang dibuat guru harus dapat memfasilitasi siwa untuk menulis
kreatif.
D.
Komponen-komponen
CTL
Menurut Johnson (2002:24), ada
delapan komponen utama dalam system pembelajaran Kontekstual, seperti dalam
rincian berikut:
1.
Melakukan hubungan yang bermakna (making
meaningful connections). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang
yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang
yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang belajar
sambil berbuat (learning by doing)
2.
Melakukan kegiatan-kegiatan yang
signifikan (doing significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan
antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai
pelaku bisnis atau anggota masyarakat
3.
Belajar yang diatur sendiri (sell-regulated
learning). Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada
hubungan dengan penentuan pilihan, dan ada produknya
4.
Bekerja sama (collaborating).
Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam
kelompok
5.
Berpikir kritis dan kreatif (critical
and creative thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih
tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, memcahkan masalah,
membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti
6.
Mengasuh atau memelihara pribadi
siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya
7.
Mencapai standar yang tinggi (reaching
high standards). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi:
mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya
8.
Menggunakan penilaian autentik (using
authentic assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks
dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna.
Dalam sumber lain,
ditemukan juga bahwa komponen pembelajaran kontekstual terbagi menjadi 7
bagian, yaitu meliputi:
a. Konstruktivisme
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1. Membangun
pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
2. Pembelajaran
harus dikemas menjadi proses “mengkontruksi” bukan menerima pengetahuan
3. Siswa
belajar sedikit-sedikit dari konteks terbatas
4. Siswa
mengkontruk sendiri pemahamannya
5. Pemahaman
yang mendalam di peroleh melalui pengalaman belajar bermakna
b. Inquiry
(menemukan)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1. Di
Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
2. Siswa
belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Siklus
yang terdiri dari mengamati, bertanya, menganalisis, dan merumuskan teori, baik
perorangan maupun kelompok
4. Diawali
dengan pengamatan, lalu berkembang untuk memahami konsep/fenomena
5. Mengembangkan
dan menggunakan keterampilan berpikir kritis
c. Questioning
(bertanya)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1. Kegiatan
guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
2. Bagi
siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
Bagi guru
1. Menuntun
siswa berpikir
2. Mengecek
pemahaman siswa
3. Membangkitkan
respon siswa
Bagi
siswa
1. Menggali
informasi
2. Menghubungkan
dengan pengetahuan yang dimiliki
3. Memecahkan
masalah yang di hadapi
d. Learning
community (masyarakat belajar)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1. Sekelompok
orang yang terikat dalam kegiatan belajar
2. Bekerjasama
dengan orang lain lebih baik dari pada velajar sendiri
3. Tukar
mengalaman
4. Barbagi
ide
5. Berbicara
dan berbagi pengalaman dengan orang lain
6. Ada
kerjasama untuk memecahkan masalah
7. Hasil
pembelajaran secara kelompok akan lebih baik dari pada belajar sendiri
8. Ada fasilitator/guru yang memandu proses belajar
dalam kelompok
e. Modeling
(pemodelan)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1. Proses
penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
2. Mengerjakan
apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
3. Membahasakan
gagasan yang anda pikirkan
4. Mendemonstrasikan
bagaimana anda menginginkan para siswa untuk belajar
5. Melakukan
apa yang anda inginkan agar siswa melakukan
6. Guru
bukan satu-satunya contoh bagi siswa
7. Model
berupa orang, benda, prilaku, dll.
f. Authentic
Assesment (penilaian autentik)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1. Mengukur
pengetahuan dan keterampilan siswa
2. Penilaian
produk (kinerja)
3. Tugas-tugas
yang relevan dan kontekstual
4. Menilai
dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber
5. Mengukur
pengetahuan dan keterampilan siswa
6. Mempersyaratkan
penerapan pengetahuan dan keterampilan
7. Proses
dan produk kedua-duanya dapat diukur
g. Reflection
(refleksi)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki guru dalam CTL:
1. Perenungan
atas sesuatu pengetahuan yang baru diperoleh merupakan pengayaan atas
pengetahuan sebelumnya.
2. Perenungan
merupakan respons atas kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru
diperolehnya.
3. Perenungan
bisa berupa menyampaikan penilaian atas pengetahuan yang baru diterima, membuat
catatan singkat, diskusi dengan teman sejawat, atau unjuk kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Jonhson. Elaine B. 2012. CTL Contextual Teaching & Learning (Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna) Diterjemahkan oleh Ibnu
Setiawan. Bandung: Kaifa.
Rusman. 2009. Manajemen
Kurikulum. Jakarta: Rajawali Press.
Septa, Kurnia. 2011. “Pengertian dan Komponen Pembelajaran
Kontekstual” http://www.sekolahdasar.net. [November 2011].
Komentar
Posting Komentar