Serba-serbi meN-
MeN- merupakan salah satu afiks
yang dikelompokkan dalam jenis prefiks. Untuk memahami pengertian dari prefiks,
berikut ini adalah pengertian prefiks yang diambil dari beberapa sumber:
·
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia disebutkan: “prefiks adalah imbuhan yang ditambahkan pada
bagian awal sebuah kata dasar atau bentuk dasar.
·
Dalam Kamus Linguistik
disebutkan: “prefiks adalah afiks yang ditambahkan pada bagian depan pangkal.
·
Dalam buku Kajian
Morfologi (bentuk derivasional dan infleksional) disebutkan: “prefiks yaitu
afiks yang diletakkan di depan bentuk dasar.
Jadi, secara sederhana prefiks
dapat diartikan
sebagai afiks yang ditempatkan di bagian depan bentuk dasar.
sebagai afiks yang ditempatkan di bagian depan bentuk dasar.
Adapun afiks menurut para ahli
adalah sebagai berikut:
·
Afiks merupakan bentuk terikat
yang dapat ditambahkan pada awal, akhir atau tengah kata (Richards, 1992).
·
Afiks adalah bentuk
terikat yang jika ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna
gramatikalnya (Kridalaksana,1993).
·
Affixes
are added to bases or to various combinations of morphemes
(Wardhaugh, 1997).
Dengan melihat pengertian dari
afiks, maka akan didapat definisi prefiks secara lebih mendetail. Pengertian
yang dapat dibentuk adalah kurang lebih sebagai berikut: “Prefiks merupakan
bentuk terikat yang ditempatkan pada bagian depan bentuk dasar dan akan merubah
makna gramatikal bentuk dasar yang ditempatinya.”
2.
Variasi
Bentuk
Dalam Bahasa Inggris afiks yang ada
tidak akan memengaruhi awalan pada kata dasar. Pada kata communication, possibility dan development,sufiks
ion, ity dan ent tidak memengaruhi awal kata dasar yaitu com, pos dan dev. Namun
dalam Bahasa Indonesia tidaklah demikian, afiks dalam bahasa indonesia bisa
saja merubah bentuk dasar. Hal ini terutama terjadi pada prefiks, seperti yang
ditulis oleh Susanto Atmosumarto dalam bukunya “A learner’s comprehensive dictionary of Indonesian” sebagai
berikut:
Unlike English,
affixation in Bahasa Indonesia affects all part of the roots: the front, the
middle and the rear (they are respectively called prefix, circumfix and
suffix). For example when prefix me- is applied to the roots to create
operational words for everyday use, assimilation of sounds occur between the
prefix and the initial letters of the roots. Therefore understanding this
assimilation (sound changes) is important because it makes locating words ini
Indonesian dictionaty easy.
Dalam pembentukan kata, prefiks
meN- mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kondisi morfem yang mengikutinya.
N (kapital) pada prefiks meN- tidak bersifat bebas, tetapi akan mengalami
perubahan bentuk sesuai dengan inisial morfem yang mengikutinya. Prefiks meN-
dapat berubah menjadi me-, mem-, men-,
meny-, meng-, menge-, keenam perubahan prefiks meN- tersebut disebut
alomorf dari prefiks meN-.
Variasi bentuk yang terjadi pada afiks
meN- (untuk sementara anggap saja bentuk awalnya me-) terjadi akibat dari
adanya proses morfofonemik. Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem
yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lain. Dengan kata
lain, proses morfofonrmik dapat diartikan sebagai proses perubahan bentuk yang
diisyaratkan oleh jenis fonem atau morfem yang digabungkan.
Seperti proses morfofonemik yang
terjadi pada afiks lain, proses morfofonemik yang terjadi pada afiks meN-
adalah:
a. Pengekalan
fonem;
b. Penambahan
fonem;
c. Peluluhan
fonem.
2.1. Pengekalan Fonem
Tidak
ada fonem yang berubah, tidak ada yang dilesapkan dan tidak ada yang
ditambahkan. Hal ini terjadi jika meN- disandingkan dengan bentuk dasar yang diawali dengan fonem
/r,l,w,y,m,n,ng,ny/. Contoh:
a. Disandingkan
dengan /r/
meN + rawat merawat
meN + rias merias
meN + rasa merasa
b. Disandingkan
dengan /l/
meN + lirik melirik
meN + lamun melamun
meN + lacak melacak
c. Disandingkan
dengan /w/
meN + wabah mewabah
meN + warnai mewarnai
meN + warisi mewarisi
d. Disandingkan
dengan /y/
meN + yakini meyakini
meN + yatim meyatim
e. Disandingkan
dengan /m/
meN + makan memakan
meN + minum meminum
meN + masak memasak
f. Disandingkan
dengan /n/
meN + nanti menanti
meN + nikah menikah
meN + naiki menaiki
g. Disandingkan
degan /ng/
meN + ngeong mengeong
meN + ngotek mengotek
meN + ngerikan mengerikan
h. Disandingkan
dengan /ny/
meN + nyanyi menyanyi
meN + nyala menyala
meN + nyalang menyalang
2.2. Penambahan Fonem
Penambahan
fonem nasal /m,n,ng,dan nge/
a.
Penambahan fonem /m/
terjadi apabila meN- disandingkan dengan
bentuk dasar yang diawali dengan fonem/b/ dan /f/. Contoh:
meN + babat membabat
meN + bakar membakar
meN + beri memberi
meN + foto memfoto
meN + fitnah memfitnah
meN + fasilitasi memfasilitasi
b.
Penambahan fonem nasal /n/
terjadi apabila meN- disandingkan dengan
bentuk dasar yang diawali dengan fonem /d/. Contoh:
meN + derita menderita
meN + dengar mendengar
meN + dapat mendapat
c. Penambahan
fonem nasal /ng/ terjadi apabila meN-
disandingkan dengan bentuk dasar yang
diawali dengan fonem /g, h, kh, a, i, u, e,dan o/. Contoh:
meN + ganggu menganggu
meN + gantung manggantung
meN + gertak mengertak
meN + hirup menghirup
meN + hambat menghambat
meN + hitam menghitam
meN + khitan mengkhitan
meN + khayal mengkhayal
meN + khusus mngkhusus
meN + ajar mengajar
meN + ambil mengambil
meN + asuh mengasuh
meN + intip mengintip
meN + induk menginduk
meN + iringi mengiringi
meN + unduh mengunduh
meN + umbar mengumbar
meN + ungkap ungkap
meN + ekor mengekor
meN + edarkan mengedarkan
meN + elus mengelus
meN + obral mengobral
meN + obrol mengobrol
meN + obati mengobati
d. Penambahan
fonem nasal /nge/ meN- disandingkan dengan
bentuk dasar yang hanya terdiri dari satu silaba (suku kata). Contoh:
meN + bom mengebom
meN + cat mengecat
meN + tes mengetes
2.3. Peluluhan Fonem
Terjadi
apabila prefiks meN- diimbuhkan pada bentuk dasar yang dimulai dengan
fonem /s, k, p, dan t/. Dalam hal ini
konsonan /s/ diluluhkan dengan nasal /ny/, konsonan /k/ diluluhkan dengan nasal
/ng/, konsonan /p, t/ diluluhkan dengan nasal /n/. Contoh:
meN + susut menyusut
meN + saring menyaring
meN + susu menyusu
meN + kirim mengirim
meN + kaji mengaji
meN + kuat menguat
meN + pasang memasang
meN + pasung memasung
meN + pinang meminang
meN + tabrak menabrak
meN + terima menerima
meN + tarik menarik
3.
Pembentukan
Kata
Prefiks meN- dapat disandingkan dengan golongan kata
ajektiva, verba, nomina dan golongan kata lain. Contonya adalah sebagai
berikut:
1) Kata
Ajektiva
Contoh:
a.
Lebar melebar
b.
Luas meluas
c.
Tinggi meninggi
2) Kata
verbal
Contoh:
a.
Makan memakan
b.
Masak memasak
c.
Turun menurun
3) Kata
nominal
Contoh:
a.
Darat mendarat
b.
Batu membatu
c.
Rokok merokok
4) Kata-kata
golongan lain
Contoh:
a.
Aduh mengaduh
b.
Satu menyatu
Prefiks meN- dapat bervariasi dengan afiks-afiks
lain seperti berikut:
a. me-kan
contoh:
me+resmi+kan meresmikan
me+alir+kan mengalirkan
me+tidur+kan menidurkan
b. me-i
contoh:
me+duduk+i menduduki
me+pukul+i memukuli
me+buah+i membuahi
c. me-per
contoh;
me+per+keruh memperkeruh
me+per+singkat mempersingkat
me+per+tegas mempertegas
d. me-per-kan
contoh:
me+per+tanggung jawab+kan mempertanggungjawabkan
me+per+daya+kan memperdayakan
me+per+silah+kan mempersilahkan
e. me-per-i
contoh:
me+per+gaul+i mempergauli
me+per+takut+i mempergauli
me+per+baru+i memperbarui
4.
Fungsi
Pembentukan
Fungsi prefiks meN- adalah
membentuk kata kerja, baik kata kerja (verba) transitif maupun kata kerja
(verba) intransitif. Ada juga prefiks meN- yang membentuk kata sifat.
5.
Makna
Jika dihubungkan dengan kata kerja
aus, terutama kata-kata yang banyak dipakai sehari-hari seperti makan, minum, bangun,
tidur, mandi, prefiks meN- tidak menyatakan nosi yang baik (arti yang terjadi
persis sama dengan kata dasar). Oleh karena itu, prefiks meN sering dihilangkan
pada kelompok tersebut.
Selain
pada kata-kata tersebut prefiks meN- memiliki makna yang dapat ditinjau dari
dua segi, yaitu sebagai unsur pembentuk kata kerja intransitif dan transitif.
Serta ada pula yang termasuk golongan kata sifat.
Sebagai
unsur kata kerja intransitif, makna prefiks meN – adalah sebagai berikut:
a. Mengandung
arti ‘mengerjakan suatu perbuatan atau gerakan’. Seperti pada kata: menari,
menyanyi, merangkak.
b. Mengandung
arti ‘menghasilkan atau membuat sesuatu hal’. Seperti pada kata: menguak,
memcicit, merangkak.
c. Jika
kata dasarnya menyatakan tempat, kata yang mengandung meN- memiliki arti ‘menuju
ke arah’. Seperti pada kata: menepi, menyisi, meminggir.
d. Mengandung
arti ‘berbuat seperti’, ‘berlaku seperti’, atau ‘menjadi seperti’. Seperti pada
kata: merajalela, membabibuta, membatu.
e. Jika
kata dasarnya adalah kata sifat atau kata bilangan, kata yang mengandung meN-
memiliki arti ‘menjadi’. Seperti pada kata: meninggi, merendah, memutih.
f. Variasi
lain dari meN- ditambah kata bilangan adalah menyatakan ‘membuat untuk kesekian
kalinya’, terutama dalam beberapa ungkapan seperti: menujuh hari, meniga hari,
mengepat puluh hari.
Sebagai unsur pembentuk kata kerja
transitif, makna prefiks meN- adalah sebagai berikut:
a. Mengandung
arti ‘melakukan suatu perbuatan’. Seperti pada kata: menulis, menikam, mencium.
b. Mengandung
artin ‘mempergunakan’ atau ‘bekerja dengan apa yang terkandung dalam kata’.
Seperti pada kata: menyabit, memarang, menyapu.
c. Membuat
atau menghasilkan apa yang disebut dalam kata: menyambal, menggulai, menyoto.
Sebagai unsur pembentuk kata sifat,
prefiks meN- mengandung arti ‘dalam keadaan’.Seperti pada kata: mengantuk dan menyendiri.
Dalam pemakaian bahasa sehari-hari
terdapat kata yang dapat menimbulkan keraguan karena diduga mengandung prefiks
meN-
Bandingkan kalimat-kalimat berikut ini:
a. Tembakannya
mengenai sasaran.
Anak itu menurut
perintah orang tuanya.
b. Mengenai
masalah itu telah diperbincangkan dengan matang.
Menurut kabar
terakhir, ia sudah diringkus polisi.
Menjelang fajar kami
sudah bertolak dari kampung.
Pada kalimat (a), unsur meN- merupakan prefiks.
Bentuk tersebut dapat dikembalikan kepada kata dasarnya, yaitu kena dan turut.
Sedangkan pada kalimat (b) tidak dapat dilakukan hal seperti pada kalimat (a).
Dengan kata lain, struktur kata dalam kelompok (b) tidak dapat dirusak atau dipecah.
Jika struktur tersebut dirusak, arti dan fungsinya seperti yang didapati dalam
konteks akan lenyap. Kata-kata tersebut dalam perkembangannya telah tumbuh
menjadi sebuah morfem dasar baru.
6.
Problematik
Problematik yang sering terjadi pada pembentukan kata
yang dibentuk dari prefiks meN- dan kata dasar bentukannya adalah terletak pada
proses peluluhan fonem /p/, /t/, /k/, /s/. Kita seringkali menemukan kata
bentukan dari prefiks meN dengan kata dasar yang berawalan /p/ yang tidak
meluluh seperti pada kata mempesona, mempunyai, mentrasfer, memperhatikan dan
lain-lain. Banyak sebab yang melatarbelakangi hal tersebut. Dan salah satu
sebabnya adalah ketidaktahuan akan kaidah peluluhan fonem yang benar.
Untuk menelusuri penggunaan kaidah yang tepat untuk
peluluhan fonem ini, kita bisa menelusurinya dari dua sisi. Pertama dari kaidah
secara langsung, dan yang kedua adalah menelusuri dari Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI).
Berdasarkan studi kasus yang telah dilakukam, kata
berawalan /k/, /p/, /t/, dan /s/ harus memenuhi tiga syarat untuk dapat meluluh.
1. Berupa kata
dasar (apabila kata merupakan kata jadian, berarti tak luluh),misalnya:/memperhatikan/
bukan /memerhatikan/ karena /perhati/ merupakan kata jadian.
2. Diikuti
vokal (apabila diikuti konsonan, berarti tak luluh), misalnya: /mentransfer/
bukan /menransfer/ karena di belakang /t/ adalah konsonan.
3. Lebih dari
satu suku kata (apabila kata hanya memiliki satu suku kata, berarti tak luluh),
misalnya: /mengepel/ /mengetik/. Meskipun diawali salah satu fonem /k/, /p/,
/t/, dan /s/, di sini tidak luluh karena bentuk dasarnya hanya satu suku kata,
yaitu /pel/ dan /tik/.
Untuk permasalahan makna, sepertinya itu hanya terjadi
untuk kata tertentu saja yang jika diluluhkan dan tidak diluluhkan akan
menimbulkan perbedaan, seperti yang terdapat pada bentukan /mengkaji/ dan
/mengaji/. Dua kata tersebut memiliki makna yang berbeda sehingga kedua bentuk
itu tetap digunakan (baik yang /k/ diluluhkan maupun tidak).
Untuk kata /memesona/ atau /mempesona/, bila mengikuti
hasil studi kasus di atas, /p/ haruslah luluh sehingga bentuknya /memesona/
karena ia telah memenuhi tiga syarat di atas. Oleh karena itu, yang benar
adalah /memesona/ bukan /mempesona/.
Adapun untuk kata mempunyai, berdasarkan etimologinya,
kata /punya/ awalnya adalah /empunya/ yang mengalami derivasi balik sehingga
saat ini kata dasarnya adalah /punya/. Oleh sebab itu, masyarakat menggunakan
bentuk /mempunyai/ bukan /memunyai/. Akan tetapi, jika melihat di harian Kompas,
disana tidak akan ditemukan bentuk /mempunyai/, tetapi yang ada adalah /memunyai/.
Hal ini disebabkan Kompas konsisten terhadap kaidah tanpa melihat etimologi
dari kata /punya/. Demikianlah kita bisa menelusuri bagaimana proses peluluhan
fonem yang benar secara kaidah.
Yang membuat menarik adalah hasilan dari studi kasus diatas
ternyata berbeda dengan apa yang terdapat dalam KBBI. Hal ini terjadi untuk
Satuan Gramatik Kompleks Terikat punyai Bila merujuk pada hasil studi kasusbentuk
meN + punyai yang dapat dianggap benar adalah memunyai, maka dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) edisi keempat, tertera kata pu.nya dengan kata turunan
mem.punya.i. Untuk menelusui lebih
lanjut tentang hal ini kita harus melihat pola secara umum untuk kata-kata yang
berawalan /p/.
Ada empat pola kata berawalan/p/ yang terdapat dalam KBBI:
- KV (konsonan-vokal):/p/akan luluh ketika bergabung dengan meN-. Misalnya, pa.gar menjadi me.ma.gar.
- KVK (konsonan-vokal-konsonan): /p/akan luluh. Misalnya: pim.pin menjadi me.mim.pin. Namun, jika sebuah kata hanya terdiri atas satu suku kata, huruf p tidak luluh. Misalnya, pel menjadi me.nge.pel.
- KKV (konsonan-konsonan-vokal): /p/tidak luluh. Misalnya, pro.duk.si menjadi mem.pro.duk.si.
- KKVK (konsonan-konsonan-vokal-konsonan): /p/tidak luluh. Misalnya, plom.bir menjadi mem.plom.bir.
Jadi, berdasarkan KBBI, ada empat jenis pola suku kata
untuk kata awalan /p/, yaitu pola di mana /p/ luluh (KV dan KVK) dan pola di
mana /p/ tidak luluh (KKV dan KKVK).
Pertanyaannya, apakah suku kata awal sebuah kata dapat
dijadikan pegangan untuk menentukan luluh tidaknya /p/? Ternyata tidak. Dalam
KBBI, juga ditemukan kata-kata yang diawali dengan /p/, tetapi perilakunya
berbeda dengan kelompok pola suku kata di atas. Ambil contoh kata pat.ro.li dan
pat.ri yang berpola KVK. Harusnya, /p/ luluh bergabung dengan awalan meN-
sehingga akan menghasilkan kata turunan me.mat.ro.li dan me.ma.tri. Namun dalam
kamus, ditemukan kata turunan mem.pat.ro.li.
Yang lebih membingungkan, dalam KBBI edisi 1991 untuk
kata per.ko.sa, akan dimenemukan dua bentuk kata turunan, yakni me.mer.ko.sa
dan mem.per.ko.sa. Pada edisi 2001, hanya dijumpai satu bentuk kata turunan:
me.mer.ko.sa. Karena edisi 2001 merupakan edisi lebih baru, maka muncullah
anggapan bahwa kata turunan yang benar untuk kata perkosa adalah memerkosa.
Lalu sebenarnyakapankah /p/ akan luluh jika bergabung
dengan meN- dan kapan tidak. Mustakim dalam buku "Tanya Jawab Ejaan Bahasa
Indonesia untuk Umum" menyatakan, huruf awal p pada kata-kata serapan dari
bahasa asing tidak akan luluh jika gabung dengan meN- (1992:149).
Berdasarkan pendapat Mustakim itu, kita dapat
berasumsi bahwa kata patroli merupakan kata serapan, sedangkan kata patri
merupakan kata yang berasal dari Bahasa Indonesia. Bila memang demikian, apakah
setiap kali ingin menggabungkan sebuah kata berawalan /p/, kita selalu harus
memerhatikan apakah kata itu kata serapan atau bukan? Jadi dalam hal ini, kita
harus mengetahui sejarah sebuah kata secara etimologis. Kita mungkin akan bisa
dengan mudah mengetahui asal sebuah kata bila ia merupakan kata asing yang
sebenarnya (bukan kata serapan). Dengan mengetahui hal ini, maka pembentukan
kata dari prefiks meN- yang disandingkan dengan kata berawalan /p/, /t/, /k/,
/s/ tidak akan menjadi masalah berarti. Kita ambil contoh kata bentukan
mensurvey kata ini dibentuk dari meN + survey. Kata mensurvey tidak lah
menyalahi kaidah, karena survey bukan berasal dari Bahasa Indonesia.
Oleh karena banyak yang tidak mengetahui etimologi
sebuah kata, tidak mengherankan jika kita menemukan dua bentuk kata turunan
untuk sebuah kata yang sama. Misalnya, mempunyai dan memunyai, memproses
memroses. Agar tidak membingungkan para pengguna bahasa Indonesia, selain sebaiknya
kita berpegang pada kaidah peluluhan yang didapat dari studi kasus dan empat
pola di atas, alangkah lebih baiknya bila kita menghindari penggunaan bahasa
asing terutama untuk pengujaran dan penulisan formal.
7.
Simpulan
Dari berbagai pembahasan di atas,
telah diketahui bahwa meN- merupakan salah satu imbuhan dalam Bahasa Indonesia
yang digolongkan dalam katagori prefiks. Adapun prefiks itu sendiri merupakan
bentuk terikat yang ditempatkan pada bagian depan bentuk dasar dan akan merubah
makna gramatikal bentuk dasar yang ditempatinya.
MeN- memiliki beberapa alomorf
yaitu me-, mem, men, meng, menge, dan meny. Alomorf ini akan membentuk variasi
kata jadian dengan berpedoman pada
kaidah yang telah ada, yaitu berdasarkan pada morfem awal kata dasar yang
menyertai meN- itu sendiri.
Berdasarkan tinjauan teoretis, meN-
dapat bersandingan dengan golongan kata apapun hingga membentuk kata jadian
yang bergolongan verba baik transitif maupun intransitif. Namun selain
membentuk kata jadian verba, ditemukan juga bahwa meN- dapan membentuk kata
jadian yang bergolongan kata sifat. Dan sesuai dengan pengertian prefiks yang
telah disinggung, kata jadian yang terbentuk pun akan memiliki makna baru.
Selain itu, prefiks meN- ini pun dapat bervariasi dengan beberapa afiks lain
terutama dengan prefiks dan sufiks seperti per-, ber-, -i dan kan.
Dalam pengunaannya, meN- mempunyai
beberapa problematik. Problematik ini terutama terjadi karena
ketidakkonsistenan kaidah peluluhan fonem untuk
meN- yang disandingkan dengan kata dasar yang berawalan /p/, /t/, /k/,
dan /s/. Ketidakkonsistenan ini disebabkan oleh beberapa hal yang diantaranya
kebiasaan masyarakat umum dan anggapan bahwa etimologi kata yang bersangkutan
mempengaruhi peluluhan fonem. Untuk itu kita pada umumnya dan para pakar bahasa
disarankan untuk meninjau kembali kaidah peluluhan fonem ini agar kelak
ditemukan satu keputusan terbaik yang menjadi rujukan bagi pemakai Bahasa
Indonesia secara luas.
8.
Daftar
Pustaka
Atmosumarto,
Susanto. 2004. A Learner’s Comprehensive
Dictionary of Indonesian. Yogyakarta: Cahaya Timur Offset.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana,
Harimurti. 2009. Kamus Linguistik Edisi
IV cetakan II. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana,
Harimurti. 2009. Pembentukan Kata Dalam
Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustak Utama.
Putrayasa,
Ida bagus. 2008. Kajian Morfologi (Bentuk
Derivasional dan Infleksional). Bandung: Refika Aditama.
Pattinasarany,
Sally. 2003. Luluhnya “P” sehabis ‘Me” dalam
Majalah Intisari halaman 152-153 [1 Desember 2003].
Ramlan,
M. 2009. ILMU BAHASA INDONESIA Morfologi
Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono.
Komentar
Posting Komentar